Diperiksa soal Gaji Honorer Fiktif, Jawaban Gubernur Ansar Jadi Sorotan, Ini Sebabnya

Ilustrasi honorer Kepri, Gubernur Ansar diperiksa
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Pernyataan Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad usai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan perekrutan tenaga honorer fiktif di Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Provinsi Kepri menuai sorotan banyak pihak.

Dalam komentarnya itu, Gubernur Kepri Ansar mengatakan, bahwa pemeriksaan berlangsung santai, bahkan sambil ngopi dan malam malam dengan menu sate.

Hal itu sontak menuai reaksi publik, salah satu kritik disampaikan oleh pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah.

Ia menilai, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa seolah-olah dirinya mendapat perlakuan istimewa dari aparat penegak hukum dibanding ratusan saksi lain yang diperiksa dalam kasus tersebut.

Kalaupun pemeriksaan berlangsung santai karena dalam kapasitasnya sebagai saksi, menurut Trubus, seharusnya Gubernur Ansar tidak menyampaikannya ke publik karena bisa dianggap melanggar kesantunan publik (public politeness).

"Sikap demikian menunjukkan arogansi. Seharusnya dia (Gubernur Kepri) nggak boleh menyampaikan itu ke publik, karena melanggar public politeness, kesantunan publik," katanya dikutip pada Kamis, 21 Desember 2023.

Sementara soal kasus dugaan perekrutan tenaga honorer fiktif, Trubus berpendapat Gubernur Ansar tak bisa lepas tangan, karena anggaran yang digunakan untuk membayar tenaga honorer bersumber dari APBD dimana merupakan tanggung jawab kepala daerah.

"Jika alokasi APBD tidak tepat guna atau ada dugaan penyelewengan, maka gubernurnya tak bisa lepas tangan begitu saja karena ini mengenai penggunaan APBD yang juga merupakan tanggung jawab kepala daerah," ujarnya.

Selain soal anggaran, Trubus berpendapat bahwa Gubernur Ansar juga bertanggung jawab terhadap surat edaran terkait perekrutan honorer di lingkungan Pemprov Kepri yang diterbitkan Ansar pada tahun 2021 dan tahun 2023.

"Jadi perlu diselidiki apakah penerapan, pengawasan dan sosialisasi edaran perekrutan honorer itu sudah sesuai aturan atau tidak. Jika pelaksanaannya tidak sesuai, maka itu tanggung jawab gubernurnya selaku pembuat kebijakan," katanya.

Sebagai informasi, penyidik Ditreskrimsus Polda Kepri memeriksa Gubernur Kepri Ansar Ahmad sebagai saksi dalam kasus kasus dugaan perekrutan tenaga honorer fiktif di DPRD di Kepri pada Sabtu 16 Desember 2023. 

Dalam pemeriksaan yang berlangsung hingga tengah malam di Mapolda Kepri, Gubernur Ansar mengaku diberi belasan pertanyaan oleh penyidik.

"Ada 13-14 pertanyaan lah. Pemeriksaan paling efektif sekitar 3 jam. Lamanya karena hanya berdiskusi perkembangan situasi," kata Ansar.

Ansar mengungkapkan, dirinya dipanggil polisi untuk mengklarifikasi mengenai surat edaran yang dikeluarkan. Ia mengaku pemeriksaan berjalan dalam suasana santai.

"Tadi habis magrib kita mulailah, sambil ngopi-ngopi, makan malam, makan sate kemudian menjawab dan mengklarifikasi beberapa pertanyaan," tuturnya.

Sebelumnya, Direskrimsus Polda Kepri Kombes Nasriadi Nasriadi menyebut pihaknya memintai keterangan dari Gubernur Kepri Ansar Ahmad sebagai saksi dalam kasus dugaan perekrutan tenaga honorer fiktif di Sekretariat DPRD Kepri.

Nasriadi mengatakan, Gubernur Ansar dimintai keterangan penyidik terkait surat edaran yang dikeluarkan, dan mengenai pengawasan dan sosialisasi surat edaran tersebut.

Pemeriksaan ratusan saksi ini dilakukan terkait dengan anggaran yang digunakan dalam pembayaran THL fiktif itu.

"Normalnya ada 167 orang THL yang sudah ada, tapi yang tercatat ada sampai 219 orang. Nah, untuk 167 orang ini kan memang sudah ada anggarannya, lalu untuk selebihnya mereka menggunakan anggaran kegiatan anggota DPRD Kepri," katan Nasriadi.

Menurutnya, anggaran tersebut harusnya tidak boleh digunakan untuk kepentingan lainnya, karena aturannya sudah ada. 

"Ini masih kami dalami ya, karena sekwan itu yang tahu terkait penggunaan anggaran di DPRD Kepri," kata Nasriadi.

Dalam pendalaman kasus tersebut, ungkap Nasriadi, pihaknya kembali menemukan dua orang THL yang tidak bekerja sama sekali, namun tetap mendapatkan honor.

"Ini sebetulnya yang sangat kami curigai, tidak bekerja tapi mendapatkan gaji setiap bulan,” bebernya. 

Kemudian, ada 49 orang THL yang bekerja tidak sesuai dengan tupoksinya di bagian administrasi sekretariatan Dewan DPRD Kepri. 

"Artinya, yang 49 orang ini mereka tidak berkerja di kantor Setwan. Ada yang bekerja di luar, atau mungkin ada yang bekerja dengan anggota DPRD, ini juga masih kami dalami," ujarnya.

Lebih lanjut, Nasriadi mengatakan saat ini kasus dugaan perekrutan honorer fiktif di Pemprov Kepri itu masih dalam tahap penyelidikan. Pihaknya juga masih akan meminta beberapa ahli untuk melengkapi penyelidikan kasus tersebut.