Tuntutan 14 Tahun Penjara untuk Lisa Rachmat hanya Berdasar Chat, Tanpa Dua Alat Bukti Sah

Lisa Rachmat dituntut 14 tahun penjara
Lisa Rachmat dituntut 14 tahun penjara
Sumber :
  • Siap.viva/Pixabay/Succo

SiapLisa Rachmat, kuasa hukum Gregorius Ronald Tannur, dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Tuntutan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu, 28 Mei 2025 lalu.

Jaksa Parade Hutasoit menyatakan Lisa terbukti bersalah melakukan suap dan menerima gratifikasi.

Ia didakwa menyuap tiga hakim di PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur dalam kasus dugaan pembunuhan Dini Sera.

Selain itu, Lisa juga didakwa melakukan permufakatan jahat bersama Jarof Ricar dalam penanganan kasasi Ronald Tannur di Mahkamah Agung.

JPU menuntut Jarof Ricar dengan 20 tahun penjara dan Meirizka Wijaya 4 tahun.

Kuasa hukum Lisa, Andi Syarifuddin, menyebut tuntutan itu tidak berdasar karena tak ada penangkapan tangan atau prosedur hukum sah.

"Tidak ada surat perintah penggeledahan, penangkapan, dan izin penyitaan dari pengadilan yang berwenang," ujar Andi seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 30 Mei 2025.

Menurut Andi, proses hukum terhadap Lisa tak sah karena tak didahului penyelidikan dan penyidikan secara prosedural.

Barang bukti yang digunakan hanyalah chat WhatsApp dan catatan dari buku serta handphone yang disita penyidik.

Pakar hukum pidana dari UII Yogyakarta, Dr Muzakkir, juga menilai penangkapan terhadap Lisa tak memenuhi syarat sah.

Ia menekankan bahwa suatu proses hukum yang dimulai dengan cara tidak sah akan menghasilkan putusan yang juga tak sah.

Muzakkir menegaskan bahwa chat WhatsApp dan catatan tak cukup untuk menjatuhkan vonis.

"Harus ada minimal dua alat bukti utama yang sah sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP," tegasnya.

Jika tak ada dua alat bukti sah, lanjut Muzakkir, maka proses hukum semestinya dihentikan sejak tahap penyelidikan.

Tanpa itu, terdakwa tak bisa dinyatakan bersalah.

Andi juga menyebut tak satu pun saksi fakta yang dihadirkan JPU melihat atau mendengar langsung Lisa menyuap hakim.

Semua saksi mengaku tidak tahu atau tidak mengerti soal dugaan suap tersebut.

"Tidak ada saksi, bukti surat, keterangan ahli, petunjuk, maupun pengakuan terdakwa yang mendukung dakwaan terhadap Lisa," kata Andi.

Ia pun membantah pengakuan Hakim Erituah Damanik sebagai satu-satunya bukti.

"Keterangannya berdiri sendiri dan tak bisa dijadikan alat bukti terhadap terdakwa lain karena Erituah juga berstatus terdakwa," jelas Andi.

Lisa, lanjut Andi, mengaku Damanik baru mengubah keterangannya di BAP setelah sebelumnya menyatakan tidak menerima uang darinya.

"Pengakuannya berubah setelah ditahan di ruang ber-AC," ujarnya.

Andi mengutip Pasal 183 KUHAP yang menegaskan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan vonis bila ada dua alat bukti sah dan keyakinan kuat bahwa terdakwa bersalah.

Ia juga membantah dakwaan permufakatan jahat karena Lisa tidak bersepakat dengan penyelenggara negara atau ASN.

Padahal, menurut Pasal 15 UU Tipikor, permufakatan jahat harus melibatkan pelaku yang menyalahgunakan wewenang.

"Lisa hanya bersepakat dengan Jarof Ricar yang bukan penyelenggara negara. Ini tak memenuhi unsur pidana korupsi," kata Andi.

Ia menilai tuntutan 14 tahun terlalu berat, terlebih karena didasarkan pada sikap Lisa yang dianggap tak kooperatif di sidang.

"Penjatuhan hukuman harus berdasar bukti, bukan sikap pribadi terdakwa," tegasnya.

"Kami berharap majelis hakim menjatuhkan putusan bebas sesuai fakta dan hukum yang berlaku," pungkas Andi.