Isu Cabut Berkas Meski Berstatus Tersangka, Apa Kabar Kasus Cabul Anggota DPRD Depok?

- Istimewa
Siap – Kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan anggota DPRD Depok, berinisial RK hingga kini belum juga naik ke tahap persidangan.
Padahal, RK sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah menjalani masa kurungan penjara di Polsek Pancoran Mas, Depok sejak Jumat, 31 Januari 2025, lalu.
Nah data yang dihimpun menyebut, masa penahanan RK oleh Polres Depok akan habis pada 30 April 2025.
Lantas seperti apa perkembangan kasus dugaan cabul yang melibatkan anggota dewan terhadap siswi SMP Depok ini?
Terkait hal tersebut, sejumlah aktivis pun akhirnya mendatangi Polres Metro Depok pada Selasa, 22 April 2025.
Mereka yang hadir di antaranya adalah Jaringan Masyarakat Sipil, Depok Youth Movement, Paralegal Depok dan Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU Depok.
Sebelumnya mereka sudah bersurat ke Kapolres Metro Depok, Kombes Abdul Waras untuk melakukan audiensi.
Sejumlah aktivis ini pun berharap pertemuan dapat dihadiri oleh kapolres.
"Namun sayangnya kemarin ketika dikontak kembali, Kapolres tidak dapat dihubungi,” kata perwakilan dari Lembaga Kalyanamitra, Rena Herdiyani.
Lembaga yang konsen pada advokasi, bantuan hukum, konseling, pelatihan, pendampingan dan penelitian terkait gender ini sengaja datang untuk memperjelas update penanganan kasus RK.
Hal senada juga diungkapkan perwakilan komunitas Perempuan Pembela HAM, Syahnar Banu.
“Kehadiran kami ke sini tentu saja untuk mendapat informasi terkait update kasus.
Berdasarkan catatan kami, tersangka Rudi Kurniawan ini masa penahanan oleh Polres Depok akan habis di 30 April 2025. Nah, kami ingin tahu progresnya sudah sejauh mana?” tanya dia.
Menurut Syahnar, perlindungan korban adalah hal yang harus diutamakan, namun fakta bahwa kuasa hukum pelaku kini juga menjadi kuasa hukum korban adalah bentuk pengabaian terhadap perlindungan korban itu sendiri.
"Bayangkan, korban saat ini dipaksa tinggal bersama keluarga pelaku, setiap hari HP nya diperiksa. Korban sendiri dilarang berkomunikasi dengan LPSK. Saya khawatir kalau proses ini semakin berlarut-larut, maka kondisi korban makin terabaikan. ”
Kritik tajam juga diungkapkan Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Depok, Afifah Alia.
Sosok yang sejak awal memberikan perhatian pada kasus ini mengaku prihatin dengan lambannya penanganan kasus cabul tersebut.
“Apalagi jika pelaku sampai bebas, batal demi hukum, maka ini akan menjadi pukulan keras khususnya untuk Kota Depok," tegasnya.
"Di sekitar kita banyak sekali informasi beredar tentang kekerasan seksual anak, jika tersangka bebas, maka ke depan potret perlindungan anak di Kota Depok dipastikan semakin suram," sambungnya.
Lebih lanjut Afifah berpendapat, ini bukan hanya menjadi masalah keluarga korban saja, namun juga PR berat banyak pihak, terutama aparat penegak hukum dan pemerintah.
“Ini menjadi masalah kita bersama ya, khususnya masyarakat Kota Depok.”
Selain itu, Afifah juga menyorot koordinasi antara penyidik kepolisian dengan Kejaksaan Negeri Depok.
“Ini kan sudah pemberkasan tahap satu, kemudian status P19. Informasi yang saya dapatkan arahan untuk pelengkapan berkas ini dicicil, tidak sekaligus oleh kejaksaan," ujarnya.
"Kami harap kejaksaan juga bisa cepat dalam memberikan penanganan, karena yang kami dengar berkas di penyidik sudah lengkap," timpalnya lagi.
Jawaban Jaksa
Merespon hal itu, Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok, M Arif Ubaidillah menegaskan, bahwa proses penyidikan atas kasus tersebut masih terus berlangsung secara intensif.
Menurutnya, saat ini penyidik Polres Metro Depok tengah melengkapi alat bukti berdasarkan koordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum atau JPU.
Langkah ini dilakukan untuk memperjelas konstruksi peristiwa pidana sesuai pasal yang disangkakan kepada RK.
“Kami telah memberikan sejumlah petunjuk terkait kekurangan formil dan materil kepada penyidik, dan meminta agar semuanya dipenuhi," jelasnya.
Ubaidillah kembali memastikan, bahwa dugaan kasus cabul ini tidak bisa diselesaikan dengan cara restorative justice .
"Karena perkara ini bukan delik aduan, hal tersebut bukan berarti otomatis menghapus penuntutan,” tegasnya.
Ia juga mengklaim, bahwa penyidik tengah fokus mengumpulkan keterangan dari para saksi ahli.
Menurutnya, sejauh ini tidak ditemukan kendala berarti dalam pemenuhan unsur formil, materil, maupun alat bukti.
“Beberapa barang bukti penting telah disita, termasuk kendaraan, kartu e-toll, alat bukti elektronik, dan bahkan handphone milik terdakwa yang sebelumnya sempat disembunyikan," beber Ubaidillah.
Selain itu, jaksa juga telah memeriksa aliran keuangan RK.
Kemudian, terkait isu mutasi salah satu jaksa dalam tim peneliti perkara ini, Kejari Depok menegaskan hal itu tidak akan memengaruhi penanganan kasus.
Penelitian berkas perkara merupakan kerja kolektif dan dapat didelegasikan.
Ubaidillah juga menerangkan, pimpinan Kejari Depok memiliki kewenangan menambah jaksa peneliti bila diperlukan demi efektivitas penanganan.
"Dalam berkas perkara ini juga terdapat petunjuk untuk pemenuhan atau penambahan pasal, khususnya yang berkaitan dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual."
Isu Cabut Berkas
Tak hanya itu saja, Ubaidillah juga menanggapi rumor yang menyebut adanya pencabutan keterangan oleh korban.
Ia mengatakan, bahwa Kejari Depok telah menerima pemberitahuan resmi melalui surat yang masuk.
Terkait hal itu, Arif menjelaskan, jaksa hanya berwenang meneliti berkas perkara dan tidak dapat memeriksa korban atau saksi secara langsung kecuali penyidik menyatakan penyidikan telah optimal.
“Ini menjadi refleksi atas keterbatasan peran jaksa dalam sistem hukum acara pidana saat ini," kata dia.
Idealnya, lanjut Ubaidillah, jaksa bisa lebih dilibatkan sejak awal proses penyidikan.
"Ini penting sebagai bagian dari upaya revisi KUHAP, terutama dalam penguatan peran dominus litis, yaitu jaksa sebagai pengendali perkara,” tutupnya.