LBH PP GP Ansor Bela Sopir & Kernet Soal Kasus Anak Beruang Madu, Ternyata Ini Alasannya
- Istimewa
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan Penuntut Umum melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo. Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan atau Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam proses persidangan, Fendy Ariyanto, S.H., M.H selaku Penasihat Hukum Terdakwa menghadirkan Ahli Pidana Dr. Albert Aries, S.H., M.H, Pengajar FH Trisakti & Anggota Tim Ahli KUHP Baru, yang memberikan pendapatnya yakni jika tidak dapat dibuktikan adanya kesengajaan, meeting of mind, dan kerjasama erat dari Terdakwa untuk mewujudkan delik dan melakukan penyertaan tindak pidana dengan pelaku lainnya.
Tentunya Terdakwa tidak dapat dimintai pertanggunjawaban Pidana.
Ahli juga menyampaikan jika dalam perkara a quo terdapat kesesatan fakta, misalnya jika Terdakwa benar-benar tidak mengetahui jika se-ekor hewan yang diminta pelaku lainnya untuk dibawa merupakan hewan yang dilindungi, maka berlaku asas ignorantia facti excusat yaitu ketidaktahuan terhadap fakta menjadi alasan penghapus pidana di luar KUHP karena tidak ada kesalahan sama sekali (AVAS).
"Oleh karena itu, setiap tindakan yang dilakukan dan disetujui atas dasar kesesatan fakta (error factie) dapat dimaafkan dan tidak perlu dipidana," katanya.
Dr. Albert Aries juta berpesan agar aparat penegak hukum tidak menegakkan UU Tindak Pidana Administrasi secara berlebihan yang justru akan melahirkan ketidakadilan itu sendiri (summum ius summa iniura).
Perlu diketahui, RN dan MH sebelumnya juga tidak pernah melakukan tidak pidana, namun karena keterbatasan pengetahuannya mengenai hewan yang dilindungi sehingga menjadikan dirinya terjerat hukum.