Heboh Dugaan Pungli, Dewan PDIP Geruduk SMAN 2 Depok, Begini Faktanya

Gedung SMA Negeri atau SMAN 2 Depok
Sumber :
  • siap.viva.co.id

Siap – Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari Fraksi PDIP mendatangi SMAN 2 Depok. Kedatangan mereka ke sekolah negeri tersebut terkait dengan adanya laporan dugaan pungutan liar alias pungli.

Pimpinan DPRD Jawa Barat, Ono Surono yang memimpin langsung inspeksi tersebut menjelaskan, ada dua poin yang menjadi keluhan sejumlah orang tua siswa di SMAN 2 Depok. 

Yakni, soal bimbingan belajar (bimbel) yang dilakukan saat jam sekolah. Kemudian anggaran atau iurannya yang dianggap memberatkan.  

Dalam pertemuan yang juga dihadiri sejumlah anggota DPRD Depok dari Fraksi PDIP, dicapai sejumlah kesepakatan dengan pihak sekolah bersama orang tua siswa. 

"Ya poinnya kita mencari solusi yang terbaik terkait dengan laporan dari orang tua murid kepada saya," kata Ono usai melakukan pertemuan langsung dengan pihak SMAN 2 Depok pada Jumat, 1 November 2024.

Ia mengatakan, bahwa persoalan ini juga sudah dilaporkan ke Pj Gubernur Jawa Barat, dan juga Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar.

"Alhamdulillah sebenarnya beliau-beliau pun sudah bergerak, ya untuk menyelesaikan permasalahan ini," tuturnya di dampingi Wakil Ketua DPRD Depok, Yuni Indriyani. 

Ono mengakui, ada sejumlah keluhan yang diadukan oleh sejumlah wali murid SMAN 2 Depok. 

"Ini kan terkait dengan bimbingan belajar, yang dilakukan di jam belajar dan mereka tidak setuju. Nah yang kedua terkait dengan dengan anggarannya," jelas dia. 

"Sehingga hari ini, Aalhamdulillah tadi oleh Pak KCD (kepala cabang Disdik) sudah disampaikan, bahwa kebijakan Pemprov Jabar, yakni bimbel itu tidak boleh dilaksanakan di jam belajar. Harus di luar jam belajar," sambungnya. 

Menurut Ono Surono, hal itu langsung direspon oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Depok dan akan dikoordinasikan dengan kordinator kelas, termasuk di dalamnya dengan orang tua siswa.

"Termasuk pemilihan bimbelnya dan ini tidak ada unsur pemaksaan, tidak wajib. Karena siswa dan orang tuanya bisa memilih bimbel yang terbaik menurut mereka," kata Ketua DPD PDIP Jawa Barat tersebut.

Dewan dari PDIP bersama pihak SMAN 2 Depok

Photo :
  • siap.viva.co.id

Lebih lanjut ia mengungkapkan, sejumlah wali murid juga mengeluhkan tingginya biaya bimbel di sekolah. Angkanya sekira Rp 1.400.000. Belum lagi biaya untuk jalan-jalan atau buku tahunan.

"Jadi kalau ditotal itu Rp 2,830.000 an, itu berikut dengan perpisahan dan buku tahunan siswa," ujarnya.

Ono menegaskan, bahwa jalan-jalan tidak diwajibkan. Itu tergantung dengan kesepakatan wali murid dan pihak sekolah. 

"Tapi kadang kala komite sekolah mempunyai inisiatif, lalu tidak terkomunikasikan dengan baik ke seluruh orang tua siswa," katanya. 

Biasanya, lanjut Ono, yang dipersoalkan adalah soal besaran biaya yang ditanggung per siswa. 

Terkait hal itu, ia menyarankan agar pihak sekolah melalui komite bisa menggalang dana dengan cara yang sekreatif mungkin. 

"Tidak penggalangan dana yang berujung kepada pungutan. Misalnya, ada alumini sekolah ini yang sudah jadi menteri, atau yang sudah jadi dirjen, dewan, ya mereka donatur utama dari sekolah, itu boleh," katanya.  

"Termasuk perusahaan-perusahaan orang-orang kaya di sekitar sekolah, itu juga bisa," timpalnya lagi. 

Sementara itu, Kepsek SMAN 2 Depok, Wawan Ridwan mengatakan, bahwa pihaknya akan mengikuti kesepakatan dalam pertemuan ini. 

"Jadi sudah diputuskan, terkait pelaksanaan pemberian materi penambahan atau bimbel di jam pelajaran kami hilangkan," katanya.   

Kemudian yang kedua adalah tentang besaran biaya bimbel, itu juga akan dikomunikasikan dengan orang tua tiap korlas. 

"Termasuk pemilihan bimbel juga akan diserahkan ke korlas. Bimbel mana yang menurut korlas itu ada yang lebih bagus, kami mengikuti demi kemajuan SMA 2 ini." 

Wawan memastikan, bahwa bimbel ini tidak wajib. 

"Tidak ada paksaan, kan heterogen juga ekonomi wali murid. Jalan jalan juga dievaluasi. Kami tidak bisa ambil keputusan sendiri," ujarnya.

Adapun alasan bimbel di sekolah, kata Wawan, untuk pemantapan materi pelajaran. 

"Agar anak minimal bisa mencapai apa yang dicita-citakan, yakni masuk perguruan tinggi negeri. Namun rekomendasi bimbel dari korlas, kami hanya menyetujui," dalihnya. 

Versi Wali Murid

Terpisah, salah satu wali murid, Roy Sihotang mengatakan, adapun yang dikeluhkan para orang tua siswa adalah bimbel diadakan di jam pelajaran. 

"Jam pelajaran itu kan hak dari siswa," katanya.

Selain itu, mereka juga mengeluhkan soal biaya bimbel yang dinilai memberatkan.  

"Angka memberatkan banyak orang tua. Ini kan sekolah negeri. Kalau sekolah negerikan pasti yang diutamakan supaya anggarannya tidak keluar banyak," ujarnya. 

Meski tidak wajib, namun program tersebut tidak bisa dihindari para siswa.  

"Bimbel ini dibikin di jam pelajaran, anak kan jadi bingung kalau enggak ikut. Jadi ya mau enggak mau, suka enggak suka ikut," keluhnya.