Mengurai Jejak Suku Hokkian di Kota Bogor

Jalan Surya Kencana, Bogor, pada masa pemerintahan Hindia-Belanda.
Sumber :
  • kominfo.kotabogor.go.id

 

Adalah bangunan Vihara Dhanagun, salah satu bangunan bersejarah yang berada di areal itu saat kali pertama kita menjelajah keindahan Jalan Surya Kencana.

Dengan kacamata yang menempel di atas hidung lelaki tua itu, Ayung selaku pengurus vihara bersejarah tersebut mendaraskan dengan fasih terkait salah satu suku Tiongkok yang sedikit memberikan pengaruh terhadap perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

“Jadi, di Tiongkok Selatan ada satu nama provinsi, Fujian. Nah, Hokkian itu adalah penduduk sana. Pada zaman dulu, banyak juga perjuangan yang dilakukan suku Hokkian bersama pribumi melawan penindasan yang dilakukan kolonial Belanda di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier,” ungkap Ayung.

Menurut pemaparannya yang didapat dari cerita turun-menurun adalah waktu zaman dulu, para pedagang dari Belanda dan Tiongkok datang ke tanah tersebut sehingga terjadi suatu persaingan yang kemudian pecah perang pada tahun 1740. Ketika itu, kata Ayung, para pedagang Belanda didukung penuh pemerintah VOC. 

“Dan untuk mengamankan perdagangan tersebut, VOC mendirikan kampung-kampung etnis agar bisa diawasi. Mereka mendirikan Chinese Town dan Kampung Arab,” katanya.

Pada 9 Oktober 1740 terjadilah peperangan yang disebut juga dengan Geger Pecinan. Peristiwa berdarah itu, setidaknya antara 5.000 sampai 10.000 warga Tionghoa dibantai dan ditahan di Stadhuis (Museum Jakarta). Dari peristiwa itulah, kemudian beberapa masyarakat Tionghoa beralih ke Buitenzorg (sekarang Bogor) guna bertahan hidup.