Warganet Diminta Hidupkan Toleransi di Ruang Digital
- Istimewa
Siap – Dalam berinteraksi sosial di ruang digital, seseorang harus memiliki sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan atau toleransi. Sikap ini nantinya akan membentuk ruang digital yang sehat dan ramah bagi masyarakat Indonesia.
Untuk mendorong langkah tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar literasi digital yang mengangkat tema "Menjaga Toleransi dan Kesejukan di Ruang Digital". Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Indonesia Makin Cakap Digital (IMCD)2024.
Relawan TIK Provinsi Bali, I Komang Suartama mengatakan miniminya sikap toleransi akan membuat di ruang digital akan dihiasi dengan ujaran kebencian. Ia juga mengajak masyarakat untuk menghindari perdebatan di ruang digital mengenai isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
"SARA tidak memiliki konotasi yang negatif, akan tetapi banyaknya kasus dan sikap intolerasi jadi merubah istilah tersebut menjadi konotasi yang negatif bagi sesorang," ujar pria yang juga berprofesi sebagai trainer wordpress ini.
Umumnya, pemicu terjadinya SARA antara lain rasa stress, dendam, benci atau perasaan negatif lainnya yang dilampiaskan dengan cara menghina pihak tertentu. Bahkan rasa bangga berlebihan terhadap keyakinan, ideologi tertentu juga berpotensi.
Ia juga mengajak masyarakat untuk mempertimbangkan dampaknya, sebelum memposting atau berbagi konten di ruang digital. Serta menghindari konten yang tidak terbukti kebenarannya, sehingga berpotensi memicu kebingungan dan menyinggung pihak lain.
"Jangan termakan opini publik yang sengaja membuat keributan, atau kerusuhan dengan menyebarkan kebencian terhadap pihak tertentu," tambah I Komang Suartama.
Hal senada juga dikatakan, Rektor Universitas Putra Indonesia, Astri Dwi Andriani. Ia mengenai prilaku ujaran kebencian yang umumnya dilakukan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi.
Astri Dwi Andrian juga meminta warganet untuk selalu menyadari, jika berinteraksi dengan seseorang di ruang digital harus menerapkan etika. Sebab, akun media seseorang bukan hanya sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun juga dengan karakter manusia sesungguhnya.
"Selalu berpikir kritis, tidak mudah percaya dengan semua yang didapat di internet," ungkap Astri Dwi Andrian.
Sementara itu, akademisi Universitas Dr. Soetomo, Meithiana Indrasari menilai sikap toleransi dibutuhkan sesorang saat berinteraksi di ruang digital. Hal itu untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila sebagai panduan karakter dalam beraktivitas sehari-hari.
Menurutnya, nilai utama dari Pancasila antara lain saling menghormati perbedaan, memperlakukan orang lain dengan manusiawi, mengutamakan kepentingan Indonesia di atas kepentingan pribadi, memberi kesempatan setiap orang untuk berekspresi dan berpendapat, serta menerapkan budaya gotong royong.
"Sebagai warganet harus menyadari bahwa, pengguna media sosial merupakan bagian dari negara yang majemuk, multikulturalis, sekaligus demokratis," Meithiana Indrasari mengakhiri.