Hikayat Moda Transportasi Antarlingkungan, dari Anglingdarma sampai Odong-odong
- Instagram @odongodongolala
Siap – Jauh sebelum transportasi terintegrasi seperti sekarang, kemunculan terminal bayangan menjadi pemandangan umum. Di tempat tersebut, penumpang rajin bertukar moda transportasi.
Mereka, terutama masyarakat dari perkampungan dengan jalan kecil, harus menggunakan ojek, lalu mikrolet, sesampainya di terminal bayangan lalu mengganti metromini atau bus.
Betapa berbelitnya menggunakan transportasi di masa belum terintegrasi.
Selain menguras tenaga lantaran harus berkali-kali pindah moda, bahkan beberapa terkadang harus ditempuh dengan jalan kaki, juga membuat kantong makin lama makin kering.
Hitung saja ongkos tiga kali naik angkutan lalu dikali dua sebab pergi-pulang.
Di tengah situasi tersebut, muncul angkutan alternatif terutama demi menjangkau area belum dilintasi transportasi umum atau lantaran jadwal angkutan telah habis.
Di terminal bayangan, di masa lalu mungkin di beberapa titik lokasi sekarang, acap dijumpai 'Taksi Gelap'. Mungkin istilah 'Taksi Gelap' sudah tidak populer di masa kini.
Kehadirannya sudah kalah pamor dengan ojek daring sepeda motor maupun mobil.
'Taksi Gelap' atau disebut juga omprengan merupakan angkutan roda empat tanpa ijin operasi secara sah. Tampilannya persis mobil pribadi pada umumnya.
Tak ada nomor angkutan, rute terpampang di kaca depan, atau nama angkuta maupun perusahaannya di badan kendaraan.
Calon penumpang akan tahu rute perjalanan dari teriakan kernet atau supir.
Meski tak mengantungi izin resmi, kehadiran 'Taksi Gelap' cukup membantu para penumpang karena transportasi umum sudah selesai jam operasi.
'Taksi Gelap' hadir mengisi kekosongan transportasi umum dengan rute cukup jauh bahkan beberapa lintas provinsi.
Di tingkat lingkungan, justru muncul varian angkutan lebih banyak lagi. Bahkan, wujudnya justru bikin orang geleng-geleng kepala.
Enggak terlalu penting tampilan, asalkan penumpang sampai tujuan. Begitu kira-kira semangat kemunculan angkutan bayangan antarlingkungan.
Mungkin kalian masih ingat Anglingdarma atau akronim Angkutan Lingkungan Dari Masyarakat.
Transportasi serupa mobet (kendaraan bermotor roda tiga) tersebut merupakan hasil kreatifitas masyarakat di tengah kekosongan moda transportasi terutama mampu beroperasi menjelajah jalan-jalan sempit ibu kota.
Tak heran, Anglindarma sangat diandalkan masyarakat, terutama ibu-ibu, karena praktis, bisa masuk gang-gang kecil, murah, lagipula sang pengemudi bersedia membantu mengangkat barang sampai ke rumah.
“Kami bisa ngutang, Pak. Khususnya kalau untuk mengantar anak sekolah, karena dengan para pengemudinya sudah kenal,” kata Haryati, salah pengguna Anglingdarma dikutip Kompas, 26 November 1991.
Selanjutnya, ada Odong-odong. Biasanya, Odong-odong berasal dari kendaraan roda empat butut lantas dimodifikasi seadanya lalu ditambahkan ornamentasi digemari anak-anak, seperti ikon serial atau film kartun.
Selain dari kendaraan roda empat, ada pula bentuknya serupa kereta dengan sepeda motor sebagai lokomotif.
Odong-odong beroperasi dari jalan antarlingkungan sampai di beberapa tempat melintasi jalan raya.
Tampilan eksentrisik dan ramai lagu anak maupun dangdut koplo ternyata tak cuma diminati anak-anak.
Ibu-ibu pun senang ke pasar naik Odong-odong lantaran murah dan cukup sekali naik.
Malahan, kadang Odong-odong disewa khusus demi mengantar mereka ke suatu tempat.
Selain Odong-odong, ada pula motor roda tiga pengangkut galon.
Motor tersebut tak hanya digunakan mengangkut barang kebutuhan kios. Di beberapa tempat, motor roda tiga selain dijadikan 'warung berjalan' juga acap jadi angkutan antarlingkungan.
Lagi-lagi, soal tampilan tentu tak menarik, tetapi jangkaunya bisa meliuk di jalan sempit jadi andalan penumpang.
Meski begitu, soal keamanan dan kenyamanan, baik Anglingdarma sampai Odong-odong sudah pasti berbeda dari transportasi umum resmi.
Berdasarkan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Anglingdarma sampai Odong-odong, tidak sesuai peruntukannya termasuk berkait Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Sertifikat Uji Tipe (SUT), dan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Lagipula, kendaraan modifikasi diperuntukkan bagi angkutan tersebut juga tak berkesusuaian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan, PP No. 74/2014 tentang Angkutan Jalan, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta No.5/2014 tentang Transportasi.
Meski bertentangan dengan sederet peraturan, kehadiran modifikasi kendaraan diperuntukkan bagi angkutan khususnya Odong-odong masih jadi andalan bagi sebagian masyarakat.
Kemunculan ojek daring pun tak menggeser kehadiran Odong-odong, sebab penggunanya tak perlu punya ponsel berikut aplikasi khusus.