Guru Besar UPN Veteran Jakarta Singgung Penegakan Hukum di Indonesia, Ada Apa?

Orasi ilmiah guru besar UPN Veteran Jakarta
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Dosen Fakultas Hukum dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Prof Wicipto Setiadi menyinggung soal penegakan hukum di Indonesia. 

Peneliti Setara Institute Nilai Polri di Bawah TNI-Kemendagri Tak Sesuai Cita-cita Reformasi

Menurutnya, jika direfleksikan ke penegakan hukum di Indonesia saat ini, database peraturan perundang-undangan memberikan informasi yang tidak sama. 

Kuantitas regulasi yang terlalu banyak (hyper regulation), ditambah kualitas regulasi yang rendah menjadi penyebab terjadinya tumpang tindih dan disharmoni regulasi. Baik di tingkat pusat, maupun daerah.

Intip Harta Kekayaan 3 Calon Rektor UI, 2 di Antaranya Punya Utang Segini

"Sering terjadi, penegak hukum lebih mengedepankan hukum ketimbang etika," katanya dikutip dari orasi ilmiah Dies Natalis ke-46 tahun UPN Veteran Jakarta pada Kamis, 30 November 2023

Prof Wicipto menilai, etika dan hukum merupakan dua hal yang saling berkaitan atau berhimpitan. 

Janji Supian Suri Kalau Jadi Wali Kota untuk Guru di Depok, Jamin Kesejahteraan

"Etika ada agar manusia hidup harmonis dan tidak melanggar hak-hak orang lain yang menyebabkan terjadinya disharmoni," jelasnya.

Guru Besar UPN Veteran Jakarta itu menambahkan, jika disimpulkan, pokok pikiran reformasi (transformasi) hukum Indonesia emas ada pada esensi negara hukum (rule of law/rechtsstaat). 

Yakni, bahwa negara harus memiliki hukum yang adil, kekuasaan negara tidak berpusat di satu tangan melainkan terdistribusi sesuaiprinsip pemisahan atau pembagian kekuasaan. 

"Semua orang termasuk penguasa negara tunduk pada hukum. Semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum, dan hak-hak dasar rakyat dijamin dan dilindungi oleh negara," tuturnya.

Dirinya berpendapat, sebagai salah satu landasan transformasi ekonomi, sosial dan tata kelola, visi pembangunan hukum untuk menunjang pencapaian visi Indonesia emas pada 2045 harus disusun sesuai kerangka negara hukum demokratis.

Hal itu, kata dia, mesti merujuk pada aturan yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 1 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945.

"Ketentuan tersebut mengandung makna antara lain mengenai pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi," tuturnya.

"Kemudian, prinsip peradilan bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara di hadapan hukum, serta jaminan keadilan bagi setiap orang termasuk penyalahgunaan wewenang oleh penguasa," sambung dia.

Lebih jauh Prof Wicipto menyampaikan, bahwa pembangunan hukum yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia harus menjadi kerangka pembangunan hukum. 

Terlebih, dalam periode menjelang 100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045.  

"Pembangunan hukum tersebut mencakup pembenahan pada aspek substansi hukum, struktur hukum dan juga budaya hukum," katanya.