Copot Jabatan Anwar Usman Sebagai Ketua MK, Jimly Singgung Aturan: Jeruk Makan Jeruk!

MKMK copot Anwar Usman sebagai Ketua MK
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK, telah menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian terhadap Ketua MK, Anwar Usman.

Menelisik Jejak Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang Dipecat Gegara Skandal Asmara, dari Hotel hingga....

Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie dan tiga hakim dalam sidang tersebut menilai, Anwar Usman telah melakukan pelanggaran berat.

Adapun kasus itu mencuat sejak putusan ambang batas usia capres dan cawapres dalam Pemilu 2024.

Respon PAN Soal PKS Deklarasi Anies-Sohibul, Ini Anak Muda Boleh Lah Mas Kaesang

"Hakim terlapor (Anwar Usman) terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi," katanya dalam sidang putusan MKMK pada Selasa, 7 November 2023.

Hal tersebut, kata Jimly, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Utama prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi dan prinsip kepantasan serta kesopanan.

Lebih dari Seribu Anggota Dewan Kecanduan Judi Online, Ini Rinciannya Gaji Mereka

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor (Anwar Usman)," tegasnya.

Kemudian, dalam putusannya itu ia memerintahkan wakil ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2 kali 24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru, sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan.

Selain itu, Jimly juga menyatakan, bahwa hakim terlapor (Anwar Usman) tidak berhak untuk mencalonkan diri, atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya berakhir.

"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden, dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati dan walikota, yang memiliki potensi perselisihan."

Lebih lanjut, dalam putusannya, Jimly memberikan keterangan bahwa, dalam perkara ini ada saling pengaruh mempengaruhi antara hakim dalam menentukan sikap dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara.

Menurut dia, ini menyebabkan independensi tiap hakim sebagai sembilan pilar tegaknya konstitusi menjadi tidak kokoh, dan pada gilirannya membuka peluang untuk terjadinya pelemahan terhadap independensi struktural, kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi secara kelembagaan.

"Hakim konstitusi tidak boleh membiarkan terjadinya praktek pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat-mengingatkan, antara hakim termasuk terhadap pimpinan," jelasnya.

Sehingga, prinsip kesetaraan antar hakim terabaikan, dan praktek pelanggaran etik biasa terjadi.

Dirinya juga mengatakan, bahwa hakim konstitusi harus menjaga intelektual yang sarat dengan ide-ide, dan prinsip-prinsip pencarian kebenaran serta konstitusional, yang hidup berdasarkan nurani yang bersih dan akal sehat yang tulus untuk kepentingan bangsa, dan negara.

Itu tercermin dalam penulisan pendapat hukum dan dalam permusyawaratan dan perdebatan substantif, di antara para hakim untuk menemukan kebenaran dan keadilan konstitusional yang hidup sebagaimana mestinya.

Jimly juga mengatakan, hakim konstitusi secara sendiri-sendiri dan bersama-sama harus memiliki tanggung jawab hukum dan moral, untuk menjaga agar informasi rahasia yang dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim atau RPH, agar tidak bocor keluar.

"Majelis Kehormatan merekomendasikan agar diadakan revisi peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2003 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terutama dengan meniadakan mekanisme, majelis kehormatan," tuturnya.

"Atau bilamana dinilai sangat diperlukan, maka sebaiknya diatur dalam Undang-Undang, bukan diatur sendiri oleh Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

"Itu namanya jeruk makan jeruk," sambung Jimly.