Selalu Bikin Heboh, Begini Kata Om Ey Soal “Revolusi Birokrasi” ala Kang Dedi
- Istimewa
Siap –Sejak dilantik menjadi Gubernur Jawa Barat periode 2025-2030 pada (20/2) lalu, Kang Dedi Mulyadi atau KDM telah melakukan banyak gebrakan di awal kepemimpinannya bahkan tak jarang apa yang dilakukan selalu membuat heboh publik.
Alhasil, hal tersebut mengundang reaksi dari berbagai pihak tak terkecuali dari Ketua Forum Kebijakan Publik Indonesia (FKPI) Jawa Barat, Herry Mulyawan atau biasa disapa Om Ey.
Ia mengatakan bahwa dirinya mencatat ada banyak Gebrakan KDM sejak Beliau dilantik, diantaranya larangan studi tour bagi siswa di Jawa Barat, hingga yang terakhir adalah penghentian sementara bantuan dana hibah ke pesantren dan lembaga keagamaan di Jawa barat.
"Dari beberapa gebrakan KDM ini, saya menilai Pak Gubernur sedang melakukan apa yang saya istilahkan sebagai “Revolusi Birokrasi”, bukan lagi reformasi birokrasi," katanya
Tak hanya itu, Om Ey juga menyebut bahwa apa yang dilakukan oleh Dedi Mulyadi adalah sebuah revolusi, karena proses terjadi perubahannya begitu cepat, dan tidak berbelit-belit, tapi hasilnya begitu nyata terasa oleh masyarakat Jawa Barat.
"Saya ambil contoh pemberian kompensasi bagi pengemudi angkot dan delman di Garut serta di Bogor," ungkapnya. Selama bertahun-tahun, kata Om Ey, keberadaan angkot maupun delman, khususnya ketika sedang berhenti atau “ngetem” di titik tertentu, mengakibatkan kemacetan, terlebih ketika musim mudik Lebaran.
Entah sudah berapa kali rapat koordinasi ataupun penertiban dilakukan, tapi hasilnya belum terlihat.
Namun kini, KDM berinisiatif memberikan solusi berupa larangan aktivitas angkot dan delman sementara selama musim mudik.
"Larangan ini disertai pemberian kompensasi berupa uang tunai maupun bantuan sembako. Jadi selama tidak beroperasi, pengemudi angkot maupun delman ini tidak kehilangan penghasilannya," tuturnya.
Berikutnya, lanjut Om Ey, adalah program pemutihan pajak kendaraan bermotor. Pemilik mobil atau sepeda motor yang telah menunggak pembayaran pajak selama bertahun-tahun, akhirnya bisa mendapatkan kebijaksanaan dari KDM sebagai Gubernur berupa kebijakan pemutihan alias penghapusan pajak serta dendanya, dan hanya diwajibkan membayar pajak untuk tahun 2025 saja.
"Tercatat hingga tanggal 26 Maret 2025, penerimaan pajak kendaraan bermotor mengalami kenaikan signifikan hingga mencapai angka 23,21 miliar rupiah. Hal ini tentu akan terus bertambah sampai tanggal 30 Juni 2025 mendatang," ucapnya.
Mungkin kata Om Ey, KDM berpikir sederhana, daripada timbul kemacetan yang mengakibatkan pemborosan bahan bakar, dan tersendatnya aktivitas masyarakat, memberikan kompensasi kepada pengemudi angkot maupun delman, “harga” nya lebih murah.
Begitupun dengan pemutihan pajak. Daripada menunggu masyarakat membayar tunggakan pajak dan dendanya bertahun-tahun yang hanya menjadi piutang yang tercatat dalam laporan penerimaan Pemprov Jabar dan tidak pernah bisa didapatkan, lebih baik dilakukan pemutihan tapi akhirnya masyarakat mau bahkan antusias membayar pajak yang menjadi kewajibannya.
"Yang luar biasa, kebijakan tentang pemutihan pajak ini juga menginspirasi Gubernur Provinsi lain untuk melakukannya. Pak Andra Soni di Banten dan Pak Luthfi di Jateng pun mengikuti langkah KDM," katanya.
Gebrakan KDM yang terkini adalah tentang penghentian sementara bantuan dana hibah untuk pesantren dan lembaga keagamaan di Jawa barat. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra, termasuk dari anggota DPRD Jabar.
Sebagian pihak menilai KDM terlalu hantam kromo dalam melakukan efisiensi dan relokasi anggaran.
Tapi jika kita cermati dari apa yang disampaikan oleh Inspektur Pemprov Jabar saat rapat dengan KDM beberapa waktu lalu yang sempat mengatakan bahwa “hibah kita ugal-ugalan”, kemudian pada saat rapat dengan jajaran Kemenag Jabar KDM mengisyaratkan “sudah mengetahui semuanya” terkait proses hibah ini, mungkin KDM memang ingin membenahi tata kelola bantuan hibah agar mulai dari pengajuan hingga pencairannya bisa berjalan dengan baik.
"Saya lihat mereka yang mendukung kebijakan KDM ini karena ingin adanya perbaikan tata kelola hibah agar terwujudnya keadilan, karena semua warga Jawa barat berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh bantuan hibah," katanya.
"Nah, langkah KDM yang satu ini pun tak luput dari pro dan kontra. Tetapi jika niat baik KDM adalah betul-betul menginginkan perbaikan dalam tata kelola hibah, tentu masyarakat Jawa Barat pun akan mendukung,"
"Terlepas apakah kebijakan KDM ini mengakibatkan adanya pihak-pihak yang merasa “terganggu”, tentu KDM lebih mengetahuinya. Namun keberanian KDM dalam hal ini patut diapresiasi," sambungnya.
Birokrasi sendiri memiliki tujuan yaitu mengelola suatu organisasi secara efektif dan efisien. Namun kenyataannya, birokrasi di kita belum sepenuhnya seperti itu.
Bahkan cenderung tidak efisien, berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang lama dalam menyelesaikan suatu urusan. Sejak awal era reformasi di tahun 1998, dunia birokrasi pun turut tersentuh dengan adanya istilah reformasi birokrasi.
Hal ini karena pada masa itu, birokrasi kita dianggap penuh dengan praktik KKN (Korupsi-Kolusi-Nepotisme), tidak efektif dan efisien, serta tidak transparan dalam pengelolaan keuangan negara.
Namun apakah hari ini reformasi birokrasi juga sudah berhasil membuat wajah birokrasi di tanah berubah menjadi lebih baik? Selama hampir 27 tahun terakhir sejak nagara kita memasuki era reformasi, ternyata birokrasi di kita masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Bahkan, beberapa diantaranya, seperti kebijakan penyederhanaan birokrasi yaitu berupa penghilangan beberapa eselon di Pemerintahan pusat dan daerah, tidaklah seindah yang direncanakan.
Malahan, yg terjadi adalah ke tidak jelaskan struktur maupun tata hubungan kerja di dalam birokrasi.
Praktik KKN pun masih terjadi, bahkan dapat dikatakan semakin menggurita walaupun kita sudah memiliki KPK. Mindset oknum birokrat pun masih ada yang menempatkan dirinya sebagai “raja dan ratu”, sehingga otomatis menganggap masyarakat hanyalah hamba sahaya dan bukan tuan yang harus dilayani.
Hal ini mungkin berkaitan dengan feodalisme yang mengakar dalam budaya kita.
"Kembali lagi ke KDM, dalam pandangan saya, KDM sudah berhasil melakukan gebrakan-gebrakan yang menimbulkan perubahan mendasar yang berdampak positif di masyarakat,"
"Jika hal ini dilakukan secara terus menerus dan konsisten, maka Insya Allah perubahan akan semakin terasa di masyarakat," katanya.
"Namun demikian, KDM juga harus ditunjang oleh “pasukan” birokrat yang siap berjuang bersama KDM di belakang barisannya, dan tidak memiliki agenda pribadi kecuali hanya untuk benar-benar memberikan darma Baktinya dalam upaya mewujudkan Jawa Barat Istimewa," tandasnya.