Bukan Hakim Amplop! Eman Sulaeman Rela Ngekos di Bandung, Berangkat Kerja Jalan Kaki

Hakim Eman Sulaeman sidang praperadilan Pegi
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Eman Sulaeman, sosok hakim tunggal sidang praperadilan Pegi Setiawan kasus Vina Cirebon hingga kini masih menyita perhatian publik. Lantas seperti apa kehidupan sehari-hari dia?

Dikutip dari tayangan video yang beredar, Eman Sulaeman rupanya sejak kecil memang bercita-cita jadi aparat penegak hukum. 

"Waktu itu memang sejak SMP ya melihat ada kasus-kasus pembongkaran, kasus Kedung Ombok. Waktu itu saya suka baca koran, banyak sekali kasus ini," katanya. 

Menurutnya, ada banyak rakyat kecil yang membutuhkan bantuan dalam hal keadilan. 

"Terlebih dulu kan zamannya orde baru itu betul-betul hukum itu dalam posisi masih rendah ya," tuturnya.

Sejak saat itulah, Eman kecil memiliki ketertarikan sebagai penegak hukun.

"Kapan lagi saya bisa kontribusi seperti itu. Akhirnya pokoknya saya ingin jadi penegak hukum itu aja. Dulu enggak spesifik untuk jadi hakim, pokoknya penegak hukum aja, seperti itu," jelasnya.

Ia mulai menentukan pilihan ketika duduk dibangku kuliah. 

"Kalau saya jadi pengacara cuma meminta, saya jadi JPU (jaksa penuntut umum) juga cuma memohon kan, sementara yang menentukan hakim. Saya harus jadi hakim," tuturnya.  

Menurut Eman Sulaeman, semakin besar tanggung jawab maka semakin besar juga pahalanya, dan besar pula kemasalahatannya untuk orang. 

"Makanya saya tidak mau ada ketidakadilan. Ketidakadilan itu hanya adanya harusnya dikeranjang sampah. Nah pengadilan harus bisa menunjukkan bahwa keadilan itu ada." 

Eman terlahir dari keluarga sederhana. Orang tuanya berprofesi sebagai pedagang dan petani. 

Usut punya usut Eman merupakan orang pertama yang mendapat gelar sarjana di keluarga besarnya. 

"Keluarga saya semuanya SD. Baru saya yang kuliah waktu itu di kampung itu yang kuliah S1 itu cuma saya, waktu tahun itulah tahun 95, makanya kalau saya gagal itu jadi contoh buruk."

Eman memiliki ambisi yang kuat untuk berhasil dalam hal pendidikan maupun profesi. Sebab, kala itu di kampung halamannya di Karawang, masih jarang profesi hakim.  

"Jadi emang tidak ada background hukum dari keluarga. Jangankan background hukum ya, tamatannya juga SD enggak ada, yang PNS juga enggak ada. Di sana itu petani, berdagang, rata-rata seperti itu," kata dia. 

"Makanya saya harus berhasil biar orang lain tertarik untuk sekolah," sambungnya. 

Hakim Ngekos

Dua dekade menjadi hakim, Eman Sulaeman sudah merasakan berbagai suka duka dalam menjalani profesinya. Salah satunya adalah harus berpindah-pindah dan tinggal jauh dari keluarga. 

Namun ia menganggap hal tersebut sebaigai risiko yang harus dijalani, demi mengabdi pada masyarakat dan negara. 

Istri dan anak Eman tinggak di Pemalang, sementara dia saat ini terpaksa ngekos di Bandung.

"Iya ngekos, tapi itu dibiayai negara. Sehari-hari kalau mau berangkat kantor dari kosan jalan kaki. Dekatlah cuma 200 meteran lah. Berangkat pulang jalan kaki," tuturnya.

Eman tak menampik, sidang praperadilan Pegi Setiawan yang ia pimpin di Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung telah mengubah kehidupannya. 

"Sebenarnya dulu saya sunyi, ke mana-mana bebas. Kalau sekarang keluar rumah aja orang mengenal. Saya dulu mau makan di jalan atau di pinggir jalan makan bubur bebas, sekarang mah orang-orang langsung melirik, mendekati minta foto segala macam gitu kan." 

"Berubah kalau dulu kan bisa santailah, kadang-kadang pakai calana pendek kalau sekarang enggak bisa orang pada kenal," sambungnya.

Hal itu membuat Eman makin termotivasi untuk menjadi hakim jujur. Bahkan ia juga dapat julukan bukan hakim amplop