Histeris! Selesai Sidang Putusan SYL, Dipenjara Selama 10 Tahun: Tetap Senyum
- Istimewa
Siap – Babak baru sidang vonis SYL yang baru digelar pada Kamis 11 Juli 2024, Hakim pun akan yang membacakan vonis untuk terdakwa Sekjen Kementan nonaktif, Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Kementan, Muhammad Hatta dalam sidang tersebut.
Sementara kuasa hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen membalas soal pantun jaksa KPK terkait SYL yang menangis usai jadinya dituntut 10 tahun penjara.
"Perlu kami sampaikan bahwa air mata yang keluar dari kesedihan adalah sebuah dialog seorang hamba yang telah tiba pada kesadaran, tentang kecilnya diri, dan betapa hanya pada Tuhan semesta segala kebesaran dan kekuatan itu,” tutur Koedoeboen.
“Lalu mengapa kita harus berhenti mengeluarkan air mata jika itu adalah kesempatan terbaik untuk menyentuh jiwa dan nurani kita sendiri,”
”bahkan tokoh besar seperti Umar bin Khattab yang iblis pun takut padanya tak segan-segan menangis bercucuran air mata," ujar Koedoeboen dalam persidangan.
Menurut Koedoeboen, tangisan SYL jujur tanpa rekayasa, Ia mempertanyakan hati nurani yang tidak tak tersentuh dengan tangis SYL dalam sidang tersebut.
Koedoeboen juga mengatakan replik jaksa KPK soal penyanyi dangdut atau biduan Nayunda Nabila terlalu personal dan tendensius.
Soal kliennya mengklaim jaksa tak mampu membuktikan aliran tak sah dari pembayaran honor nyanyi Nayunda.
"Mengenai pernyataan jaksa penuntut umum tentang biduan, hal itu terlalu personal dan tendensius. Hal mana seharusnya jaksa penuntut umum lebih menghargai profesi saksi Nayunda yang adalah penyanyik profesional yang diberi pembayaran,”
“Berdasarkan jerih payahnya sebagai penyanyi profesional yang diundang untuk tampil dalam acara Kementan dan hal tersebut juga tidak bisa dibuktikan oleh jaksa penuntut umum,”
“ jika aliran dana pembayaran tersebut berasal dari hasil tidak sah. Jaksa penuntut umum terkesan mengabaikan pada fakta persidangan yang sesungguhnya," ujarnya.
Sementara terdakwa Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta dituntut 6 tahun penjara.
Jaksa KPK mempercayai SYL dkk bersalah sudah melakukan pemerasan terhadap anak buahnya di Kementan secara bersama-sama dan berlanjut.
Jaksa pun mengatakan pertimbangan hal untuk meringankan tuntutan ringan Kasdi dan Hatta, yakni keduanya tak menikmati hasil tindak pidana kasus pemerasan tersebut.
"Hal-hal yang meringankan Terdakwa tidak menikmati secara materiil hasil perbuatannya," tutur jaksa saat membacakan surat tuntutan untuk Hatta si PN Tipikor Jakarta pada Jumat 28 Juni 2024.
Sementara, hal ini meringankan tuntutan Kasdi Subagyono ialah Kasdi mengakui dan menyesali perbuatannya.
Dengan begitu Jaksa mengatakan Kasdi juga bersikap kooperatif menjelaskan perbuatannya dalam kasus pemerasan tersebut.
"Hal-hal yang meringankan, Terdakwa bersikap kooperatif menerangkan perbuatannya sendiri maupun tindak pidananya, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya,”
“Terdakwa tidak memperoleh hasil tindak pidana secara materiil," ujar jaksa saat membacakan surat tuntutan untuk Kasdi Subagyono.
Adanya satu hal yang meringankan tuntutan SYL karena Ia sudah berusia 69 tahun.
"Hal-hal yang memberatkan, Terdakwa tidak berterus terang atau berbelit-belit dalam memberikan keterangan, Terdakwa selaku menteri telah mencederai kepercayaan masyarakat Indonesia,”
“Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana korupsi yang dilakukan Terdakwa dengan motif yang tamak," ucap jaksa saat membacakan surat tuntutan untuk SYL.
Kemudian SYL juga dituntut dengan denda Rp 500 juta subsider dalam 6 bulan kurungan dan harus membayar uang pengganti Rp 44.269.777.204 serta USD 30 ribu.
Sedangkan Kasdi dan Hatta masing-masing juga dituntut dengan denda Rp 250 juta dalam subsider 3 bulan kurungan.
Perihal Syahrul Yasin Limpo dkk yang diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 12 e juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo berupa pidana penjara selama 10 tahun," ujar Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, dikutip detikNews pada Kamis 11 Juli 2024.
Dalam hasil sidang putusan tersebut, SYL dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Keterangan hakim, SYL telah menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa pemberian uang dan membayarkan keperluannya bersama keluarganya serta total uang yang sudah dinikmati SYL dan keluarganya Rp 14,1 miliar dan USD 30 ribu.
SYL pun dihukum membayar denda Rp 300 juta namun jika denda tak dibayar, diganti hukuman kurungan.
Dengan demikian SYL juga harus membayar uang pengganti atas sejumlah uang yang diterimanya, yakni Rp 14.147.144.786 atau Rp 14,1 miliar dan USD 30 ribu.
Selanjutnya hakim menyatakan tidak ada hal yang bisa menghapus pidana pada diri SYL.
Hakim juga menilai SYL seharusnya memahami mana fasilitas resmi dan tidak resmi bagi seorang menteri.
Hakim menilai berbagai dalih SYL dan tim pengacaranya terkait pemberian mobil untuk anak SYL, perekrutan cucu SYL sebagai honorer Kementan.
Sampai pembayaran biaya umrah bertentangan dengan fakta dalam persidanga n sekaligus Hakim menyatakan tidak sependapat dengan pleidoi SYL dan tim pengacaranya.