Pemkot Depok Gagal Cegah Stunting SS Buka Suara, Begini Katanya
- istimewa
Siap – Jumat, 21 Juni 2024 lalu, salah satu calon wali kota Depok, Supian Suri resmi menyandang gelar Doktor usai menuntaskan Sidang Promosi Doktor Ilmu Pemerintah Sekolah Pascasarjana Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN).
Dalam disertasinya, eks Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok itu mengulas tentang penanganan stunting dengan judul "Implementasi Kebijakan Percepatan Penurunan Stunting di Kota Depok Provinsi Jawa Barat".
Dalam penelitiannya tersebut, SS panggilan akrabnya, menemukan faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan percepatan penurunan stunting di Kota Depok.
Hal itulah, menurut Supian Suri, diduga membuat angka stunting di Kota Depok meningkat.
"Faktor pendukung implementasi kebijakan percepatan penurunan stunting di Kota Depok yaitu kemudahan pelaksanaan pilihan instrumen kebijakan, mencakup besarnya dukungan kebijakan dan regulasi dan kesesuaian dengan konteks lokal menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan instrumen, kejelasan desain kebijakan berupa tujuan dan sasaran kebijakan," papar Supian Suri dalam disertasinya.
Menurutnya, struktur kontrol meliputi adanya pengawasan yang dilakukan legislatif dan badan pengawas baik di lingkup pemerintah daerah maupun di tingkat pusat.
"Kejelasan desain kelembagaan berupa struktur dan prosedur yang efisien serta lancarnya koordinasi. Tingginya kapasitas administratif dalam pemanfaatan teknologi dan penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas," beber Supian Suri.
Di samping itu, kata Supian Suri, faktor penghambat kebijakan percepatan penurunan stunting di Kota Depok yaitu kurang tepatnya pilihan instrumen kebijakan berupa kompleksnya lingkungan kebijakan.
"Kurangnya dukungan stakeholder, serta belum maksimalnya keberlanjutan. Kurang jelasnya desain kebijakan berupa tumpang tindihnya kebijakan. Kurangnya peran masyarakat dalam melakukan pengawasan. Kurang jelasnya pembagian tugas dan fungsi dalam hal desain kelembagaan," ujarnya.
Lebih lanjut, ungkap Supian Suri, rendahnya kapasitas administratif meliputi ketersediaan dan kecukupan sumber daya manusia dan keuangan serta kesesuaian jumlah tenaga kesehatan yang dibutuhkan.
"Rendahnya penerimaan sosial mencakup pemanfaatan sosial media oleh masyarakat, rendahnya keterlibatan dalam sosialisasi dan komunikasi kebijakan, serta ketidakpuasan terhadap pemerataan manfaat program," sebut Supian Suri.
Adapun, penelitian Supian Suri soal penanganan stunting di Kota Depok itu dilatarbelakangi angka stunting di dunia mencapai 22 persen, atau sebanyak 149,2 juta anak pada tahun 2020.
Kemudian, Indonesia masih menduduki posisi kelima tertinggi dalam prevalensi stunting di Asia dengan angka 21,6 persen yang setara dengan sekitar 6,3 juta anak balita yang mengalami stunting.
Menurut Supian Suri, ada terdapat 16 peraturan yang ada di tingkat Kota yang mana mendukung pelaksanaan percepatan penurunan stunting. Akan tetapi terkendala sejumlah permasalahan.
"Beberapa permasalahan yang terjadi di Kota Depok. Masih banyaknya jumlah balita stunting di beberapa wilayah kecamatan di Kota Depok, masih terbatasnya media yang digunakan dalam penyuluhan stunting, masih belum optimalnya cakupan wilayah, kontribusi CSR dalam percepatan penurunan stunting, masih belum memadainya alokasi anggaran dalam percepatan penurunan stunting, masih cukup banyak kader yang belum terlatih dalam percepatan penurunan stunting," tandasnya.