Kasus Perpeloncoan Maut, IKPPNI Desak Pemerintah Investigasi STIP
- Istimewa
Siap – Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI) mendesak pemerintah untuk melakukan investigasi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP).
Hal ini dinilai perlu, menyusul terjadinya kasus perpeloncoan berujung maut salah satu taruna STIP yang terjadi beberapa waktu lalu.
Selain investigasi, IKPPNI juga mendorong pemerintah agar melakukan evaluasi komprehensif serta membuat terobosan untuk memperbaiki sistem pendidikan di STIP.
Ketua Umum IKPPNI, Capt Dwiyono Soeyono mengatakan, pendidikan adalah suatu sistem yang dirancang, disusun dan dirumuskan oleh pembuat kebijakan serta dilaksanakan oleh pihak-pihak yang ditunjuk.
Ia menjelaskan, bahwa Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memiliki empat matra, yaitu darat, udara, kereta api dan laut.
Untuk mendidik dan mencetak kader-kadernya di empat matra ini, maka Menteri Perhubungan memberi mandat kepada Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (Ka.BPSDMP).
Ia mendapat mandat untuk mengepalai pendidikan tinggi di empat matra lingkungan Kemenhub.
Kemudian pendidikan tinggi matra laut diamanatkan kepada Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Dinas Perhubungan Laut (Kapusbang Diklat Laut).
Dialah yang langsung membawahi Ketua STIP, Jakarta.
“Dalam konteks ini Ketua STIP dan jajarannya harus taat pada statuta yang telah ditetapkan menjadi keputusan Menteri Perhubungan," kata Capt Dwiyono Soeyono dikutip pada Jumat, 10 Mei 2024.
Dwiyono menekankan, bahwa statuta STIP sebagai konsep yang akan dijadikan landasan kegiatan pendidikan idealnya disusun dan dirumuskan oleh orang-orang yang paham.
Serta, linier berlatar belakang disiplin yang terkait dan menguasai bidang ilmu tata kelola keselamatan dan keamanan pelayaran niaga.
Selain itu, menurut Dwiyono mereka juga harus paham kebutuhan industri pelayaran niaga saat ini dan di masa mendatang.
“Apakah yang duduk sebagai sutradara dibelakang perumusan dan penyusunan statuta STIP saat ini adalah orang-orang yang tepat, kompeten dan paham disiplin ilmu pelayaran serta ahli dalam membentuk karakter calon perwira pelayaran?” tanya Dwiyono.
Ia memastikan, IKPPNI tidak punya kepentingan apa-apa, kecuali berniat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan tinggi di bawah Kemenhub.
Menurutnya, dengan strategi yang tepat, the right person on the right place, pilih yang berkompeten untuk membuat kebijakan di internal STIP dan tahu apa itu sistem pendidikan tinggi pelayaran niaga.
“Akan lebih baik lagi jika person yang ditempatkan adalah orang dengan latar belakang sama di profesi ini."
Sebab, menurut Capt Dwiyono, dapat diduga, yang membuat statuta untuk STIP bukan individu-individu profesi yang memiliki pemahaman tentang kebutuhan lapangan industri pelayaran.
Lebih lanjut Dwiyono mengatakan, belum lama ini IKPPNI berinisiatif melakukan diskusi terbatas dengan beberapa taruna STIP yang masih aktif.
“Informasi dari beberapa taruna STIP, ternyata mereka tidak tahu apa itu statuta STIP," ujarnya.
Menurutnya, para taruna ini tidak tahu aturan main di kampus berdasarkan statuta, tidak tahu hak dan kewajibannya, tidak tahu sanksi apa yang akan mereka tanggung jika melakukan bullying terhadap taruna lainnya.
"Ini patut disayangkan. Karena itu, dengan tegas kami katakan, baik korban maupun pelaku kekerasan ini adalah korban dari sistem pendidikan di STIP," tuturnya.
Bahkan Dwiyono menilai, Ketua STIP sendiri patut diduga telah melanggar statuta dengan membekukan fungsi dari tiga pembantu ketua berdasarkan info internal.
Sesuai Statuta STIP ada tiga pembantu ketua, namun delapan bulan terakhir fungsi ketiganya dibekukan sepihak oleh ketua.
“Bila memang informasi internal demikian benar, maka perilaku ini contoh buruk bagi seluruh civitas akademi STIP, termasuk contoh buruk bagi para taruna yang meniru melanggar aturan main di kampus," tegas Dwiyono
Dirinya berpendapat, para taruna ini hanyalah bagian sisi ujung hilir dari suatu sistem pendidikan di salah satu ruang lembaga Kemenhub yang konsepnya disusun dan disepakati untuk diterapkan sejak di hulunya.
"Karenanya kami tegaskan kembali agar pemerintah berani mengevaluasi diri, instrospeksi diri, melakukan evaluasi komprehensif serta membuat terobosan untuk perbaikan sistem pendidikan di STIP."
Dwiyono menyebut, banyak sekolah pelayaran di luar negeri yang beraktivitas seperti sekolah tinggi pada umumnya, tanpa memakai seragam.
Dirinya berpendapat, bahwa karakter seorang pelaut sejatinya akan mulai terbentuk ketika masuk praktik kerja dan diperkenalkan diatas kapal, di bawah pengawasan para periwra-perwira kapal niaga yang telah bersertifikat.
Dwiyono menegaskan, karakter pelaut terbentuk bukan dengan cara kekerasan benturan fisik di kampus atau di asrama. Kalau pun ada hukuman-hukuman indisipliner, harus dilakukan secara adab akademik.
"Membentuk karakter taruna calon perwira pelayaran tidak perlu menggunakan kekerasan kontak fisik," kata alumni STIP Angkatan 24 ini.
Lebih jauh Dwiyono mengatakan, pemerintahlah yang seharusnya mengobati rasa sakit hati para orang tua korban, maupun pelaku kekerasan yang terulang di lingkungan STIP.
Caranya, dengan segera melakukan evaluasi komprehensif.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal atas hasil evaluasi, maka harapan agar para pelaku evaluasi (evaluator) dan auditor sistem pendidikan yang ditunjuk pun haruslah orang-orang yang kompeten di bidang ilmu pelayaran dengan indepenncy, Integritas yang teruji.
"IKPPNI mencatat, sebelum tahun 2000 tidak ada tindak kekerasan senior kepada junior yang mengakibatkan kematian di lembaga pendidikan ini. Sementara, setelah tahun 2000 telah terjadi empat kali," ujarnya.