DPRD Soroti Dugaan Pungli Kegiatan Akhir Tahun SMAN 8 Depok: Jangan Kebiasaan!
- Istimewa
Siap – Kasus dugaan pungutan liar atau pungli, berkedok sumbangan kembali mencuat. Kali ini, tudingan itu menyasar SMAN Negeri 8 Depok.
Data yang dihimpun menyebut, diduga pungutan berlabel kegiatan akhir tahun itu senilai Rp 2.860.000 per siswa.
Angka tersebut terdiri dari, pemantapan materi senilai Rp 1.450.000. Kemudian pelepasan siswa Rp 880.000.
Selain itu, untuk biaya sampul, cetak foto, tim PDSS, dan penulisan ijazah Rp 150.000. Lalu BTS Rp 380.000.
Temuan ini pun langsung direspon anggota DPRD Depok, Ikravany Hilman. Ia menegaskan, bahwa sumbangan dan pungutan itu sangat berbeda.
"Jadi apapun ceritanya kalau yang namanya sumbangan dan pungutan itu beda sekali," katanya saat dikonfirmasi pada Senin, 2 September 2023.
Pria yang akrab disapa Ikra itu menjelaskan, boleh saja pihak sekolah minta sumbangan, sebab hal tersebut pun telah diatur dalam Undang Undang.
Tapi biasanya, itu bersifat bantuan sekolah, yang sebelumnya telah disepakati juga oleh orang tua murid melalui komite.
"Nah, tapi yang namanya sumbangan itu tidak boleh ditetapkan jumlah, jangka waktu, dan subjeknya. Jadi nggak boleh ditentukan. Kalau sudah Rp 1 juta per siswa, per bulan, atau per tahun, itu bukan sumbangan namanya, itu udah pungutan," kata dia.
"Karena sifat sumbangan nggak boleh begitu, sumbangan itu harus dijelaskan berapa jumlah kebutuhannya. Lalu dijelaskan ini kenclengnya, ini nomor rekeningnya, silahkan menyumbang," sambung Ikra.
Kemudian, sumbangan tidak boleh dipatok angka. Termasuk dalam kasus di SMAN 8 Depok ini.
"Jadi yang menyumbang Rp 100 ribu bisa, yang mau nyumbang Rp 50 ribu bisa, yang mau nyumbang Rp 10 juta juga bisa, itu namanya sumbangan gitu loh."
Menurut Ikra, yang sering jadi masalah, karena sumbangan itu ditetapkan jumlahnya. Belum lagi sumbangan untuk kegiatan-kegiatan yang sebetulnya non kurikulum.
"Mau kunjungan ke sinilah, try out ke sonolah, apalah namanya, piknik ke sana kemari, yang belum tentu betul-betul disepakati oleh orang tua siswa," kata dia.
Politisi PDIP itu berpendapat, yang perlu diperiksa itu ya komite sekolah. Hal itu juga berlaku di SMAN 8 Depok.
"Betul nggak komite-komite itu dipilih secara demokratis oleh orang tua siswa? Betul enggak rapat-rapatnya itu dilakukan secara demokratis?" tanya dia.
"Jangan-jangan komite alat stempelnya kepala sekolah? Makanya harus tetap diperiksa itu," timpalnya lagi.
Terkait hal tersebut, Ikra lantas menyinggung kembali ucapan Wali Kota Depok, Mohammad Idris, yang menurutnya terkesan menutupi persoalan ini.
"Jadi ungkapan Pak Idris yang bilang jangan cepat-cepat menuduh bahwa itu pungutan harus dicek dulu. Itu saya enggak tahu, apakah ini Pak Idris yang enggak ngerti atau gimana gitu ya, atau memang berusaha menutup ini," ujarnya.
Karena, lanjut Ikra, sudah jelas definisi sumbangan dan pungutan sangat berbeda.
"Mau itu jadi kesepakatan juga tidak boleh. Karena kan kesepakatan enggak boleh melanggar Undang-Undang. Misalnya ini (pungutan SMAN 8) sudah disepakati oleh komite sekian-sekian, ya mana bisa kesepakatan melanggar Undang-Undang gitu."
"Jadi jangan kebiasaan, nanti kesepakatan untuk menolak rumah ibadah pun dianggap benar lagi sama Pak Idris," tegas Ikra.
Sebelumnya, Wali Kota Depok, Mohammad Idris sempat menanggapi soal tudingan adanya pungutan liar atau pungli di sekolah negeri.
Menurut dia, itu bisa saja adalah sumbangan yang sebelumnya telah disepakati antara pihak wali murid dan sekolah.
"Tolong nanti istilahnya diklarifikasi, mungkin saja ada kesepakatan dari orang tua murid untuk melakukan wisata ke mana gitu. Kan bisa saja seperti itu," katanya dikutip pada Jumat, 22 September 2023.
Ia juga mengingatkan, sebaiknya jangan menganggap semua sekolah negeri di Kota Depok seperti itu.
"Jangan digeneralisasi sekolah-sekolah itu melakukan pungli. Kasihan sekolah-sekolah itu, guru-gurunya terutama. Tega-teganya kepala sekolah atau guru melakukan pungli. Jadi harus diklarifikasi uang ini apa sih dan urgensinya sih?" tanya dia.
Terkait hal itu, Idris mengaku pihaknya juga sudah melayangkan surat ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk meluruskan isu tersebut.
"Kami sudah minta ke provinsi terkait masalah ini, sebab komite sekolah yang melakuķan hal seperti ini. Memang harus diperhatikan sih dari kemampuan siswa siswinya," kata dia.
Tak hanya itu, Idris juga mengaku pihaknya telah melakukan klarifikasi ke sejumlah sekolah negeri di Kota Depok soal isu pungli ini.
"Kami sudah klarifikasi ke sekolah-sekolah soal ini, terutama SD dan SMP yang menjadi kewenangan kami. Mereka bilang, tidak seperti itu kok Pak Wali. Kami sudah clear soal ini," jelasnya.
Bahkan kata Idris, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Disdik Jawa Barat.
"Disdik kami sudah koordinasi dengan Disdik Jabar terkait perdoalan ini. Suratnya sudah dikirim tetapi saya belum tahu responnya, karena kemarin ada pergantian gubernur. Plt gubernur ini saya belum komunikasi lagi," ujarnya.
Idris pun berjanji, meski tingkat SMA bukan kewenangannya, namun ia akan turut melakukan intervensi soal isu liar ini.
"Walaupun itu SMA, kita tetap respon keluhan orang tua karena itu anak-anak kita, guru-gurunya juga guru-guru kita. Tetapi sebagai birokrat kita harus sesuai ketentuan birokrasi."