Kisah Pahit Habib Bahar Rintis Ponpes: Makan Bareng Santri Cuma Pakai Jantung Pisang
- Tangkapan layar YouTube Qolbu Aswaja
Siap – Habib Bahar bin Smith mengaku pernah hidup dengan keprihatinan bersama dengan sejumlah santrinya. Mereka bahkan sampai makan jantung pisang dengan nasi dan garam loh. Seperti apa ulasannya? Yuk simak.
Disitat dari tayangan YouTube Qolbu Aswaja, Habib Bahar awalnya menceritakan tentang kondisinya saat merintis pembangunan Pondok Pesantren Tajul Alawyyin di Pabuaran, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Ia mengatakan, sengaja membangun pondok pesantren karena ingin mengamalkan ilmu yang didapat saat mondok.
"Nah salah satunya dengan adanya pondok pesantren ini Insya Allah menjadi suatu amal bagi saya, atas sedikit ilmu yang telah saya pelajari dulu waktu masih mondok pesantren," tuturnya.
Selain itu, menurut Habib Bahar, saat ini banyak pondok-pondok pesantren yang biaya masuknya sangat mahal.
"Mending kalau ilmunya bagus, kebanyakan biaya mahal keluar ya biasa-biasa saja, tapi enggak semua seperti itu, ada juga pondok pesantren yang biaya masuknya mahal tapi ya keluarnya juga jadi, jadi ulama. Ada ulama lurus ada ulama yang enggak," jelasnya.
Kemudian Habib Bahar mengatakan, Pondok Pesantren Tajul Alawyyin ini ia bangun dengan darah, dengan air mata, dengan perjuangan yang cukup berat.
"Saya tidak ada harta, saya tidak punya uang, ini pondok pesantren ini dulu semuanya ini bambu, pohon-pohon pisang."
Ia teringat, saat awal berdiri, pondok pesantren tersebut hanya memiliki sekira 20 orang murid (santri).
"Rumah saya dulu rumah kayu, anak-anak pondok dulu yang 20 orang itu cuman nginep di kayu."
Bahar menegaskan, sejak awal dibangun dirinya tidak mau menerima sumbangan dari pejabat. Menurut dia itu untuk menghindari fitnah.
"Siapapun pejabatnya, apapun partainya, pejabat saya enggak mau terima. Sebagai apa? Ikhtiar, berhati-hati saya enggak mau bukan berarti kalau pesantren enggak boleh yang kemarin yang lain silakan enggak ada masalah, halal. Jadi untuk diri saya sendiri saya larang, saya haramkan pesantren saya untuk menerima dana dari pejabat."
Habib Bahar memastikan, belajar di ponpesnya ini gratis, alias tidak dipungut biaya.
"Karena saya melihat banyak pondok-pondok pesantren yang masuk biayanya mahal, kasihan. Maka saya bikin ini pesantren semua santri-santri yang masuk itu gratis dan kebanyakan kalau orang susah, anak-anak yatim," jelasnya.
Lebih lanjut Habib Bahar mengatakan, nama pondok pesantrenya itu memiliki arti yang cukup dalam.
"Saya namakan Tajul Alawyyin, Tajul itu artinya mahkota, sedangkan Alawyyin artinya para habaib. Jadi mahkotanya para habaib. Karena jalur kita, garis kita, thoriqoh kita adalah thoriqoh para habaib, torikoh para leluhur."
Ia mengatakan, sampai sekarang pun pondok pesantrennya itu masih dalam proses pembangunan.
Bahar kemudian menceritakan kisah pahitnya saat awal-awal merintis ponpes ini. Ia bersama para santri pernah makan hanya dengan lauk jantung pisang dicampur garam.
"Saya punya prinsip, kalau saya makan ya santri makan. Kita dulu pernah udah enggak ada makanan, enggak ada lauk, adanya jantung pisang. Terus kita potong-potong, kita rebus pakai garam, makan nasi sama sambalas."
"Jadi ini ponpes enggak ada sekolah umum, khusus pendidikan agama. Dan saya menjamin, keluar dari pondok pesantren ini Insya Allah jadi orang berilmu yang mengamalkan ilmunya ulama yang lurus," sambung dia.