Mengenal Cornelis Chastelein, Sang Pendobrak Kota Depok Tempo Dulu

RS Harapan Depok tempo dulu.
Sumber :
  • kitlv.nl

SiapCornelis Chastelein adalah lelaki kelahiran Amsterdam, Belanda, 10 Agustus 1657.

Ia merupakan keturunan bangsawan Perancis. Sedangkan ibunya bernama Maria Cruydenier, warga Belanda, anak wali kota Dordrecht.

Mengulas kota Depok, tentu tak lepas dari peran Cornelis Chastelein.

Ia mengawali kariernya di Perusahaan Dagang Hindia-Belanda (VOC) saat berusia 17 tahun.

Pada 24 Januari 1675, ia ikut ekspansi ke Batavia dengan menggunakan kapal Huis te Cleeff.

Cornelis beserta rombongan tiba di Batavia dengan selamat pada 16 Agustus 1675.

Arkian, ia mendapat tugas di bagian administrasi atau pembukuan pada Kamer van Zeventien.

Kariernya di VOC perlahan merangkak naik. Sekira tahun 1682, ia pun sukses menjadi seorang pengusaha besar dan menikah dengan Catharina van Quaelborg.

Dari hasil pernikahan itu, ia memiliki seorang putra bernama Anthony Chastelein.

Dia diketahui juga memiliki putri angkat berdarah campuran (Indo) bernama Maria.

Menurut sejarawan Wenri Wanhar, pada tahun 1691 Cornelis memutuskan untuk mundur dari VOC.

Hal tersebut lantaran dirinya tidak cocok dengan Gubernur Jenderal Willem van Outroon.

"Cornelis memiliki pandangan berbeda dengan pimpinan VOC saat itu, Gubernur Jenderal Willem van Outhroon," kata Wenri kepada siap.viva.co.id, beberapa waktu lalu.

Pada 18 Mei 1696, ia lalu membeli tanah seluas 1.244 hektare.

"Berdasarkan persil atau surat tanah seluas 1.244 hektare itu bernama Depok. Dengan tanah yang cukup luas, Cornelis kemudian berinisiatif menjadikan Depok sebagai kawasan pertanian," kata Wenri.

Bahkan, kata Wenri, Cornelis juga membuat hutan kota tertua yang terletak di kawasan Pitara, Kecamatan Pancoran Mas, yang kini disebut Cagar Alam.

Karena ingin memproduksi hasil bumi seperti kopi, padi, dan sebagainya, Cornelis membawa sekira 150 budak yang dianggap mengerti tentang pertanian.

"Mereka didatangkan dari Bali, Makassar, dan Ambon. Mereka itulah yang akhirnya asal usul penyebutan Belanda Depok," katanya.

Kala itu, mereka bekerja di siang hari dan malam harinya diajarkan cara-cara ritus agama Kristen.

Saat itu, para budak tersebut hidup dari lahan pertanian yang sekarang ini di pinggiran Ciliwung, sekitar Jalan Kartini, Jalan Pemuda, sampai area kantor Wali Kota Depok, yang kala itu area persawahan.

Selain aktif menyebarkan agama Kristen, kata Wenri, Cornelis gencar memberikan pendidikan bagi para budaknya. Ia bahkan sempat mengajarkan sistem ekonomi.

Bukti dari pengaruh Cornelis salah satunya ialah Gereja Immanuel yang terletak di samping gedung YLCC, Jalan Pemuda Depok, Kecamatan Pancoran Mas.

Sebelum wafat pada 28 Juni 1714 (di usia 56 tahun), Chastelin sempat menulis surat wasiat atau testament kepada seluruh budaknya yang berbunyi: 'Vrijgegeven lijfeigenen benevens haar nakomelingen het land voor altijd zouden bezeeten ende gebruyke' yang artinya tanah ini dihibahkan kepada setiap dari mereka berikut keturunannya dengan kepemilikan sepanjang diperlukan.

 

Tulisan tangan Cornelis Chastelein di YLCC, Depok.

Photo :
  • Istimewa

 

Tak hanya itu, Cornelis juga memberikan mereka lahan, rumah, hewan, dan alat-alat pertanian., demikian tertulis dalam surat wasiatnya.

Mereka (para budak) itu kemudian dibagi menjadi 12 marga, yakni marga Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense dan Zadokh. Namun kini hanya menjadi 11 marga.

"Satu marga sudah enggak ada, yakni Zadokh karena tidak punya keturunan," katanya. 

Tepat di hari kematian Cornelis Chastelin, sejumlah keturunan dari 11 marga yang sekarang dikenal dengan sebutan Kaoem Depok itu pun hingga kini masih memberi penghormatan.

Salah satu penghormatan tersebut seperti menggelar doa bersama di Gereja GPIB Immanuel yang merupakan gereja tertua di Depok, berlokasi Jalan Pemuda, Kecamatan Pancoran Mas, Depok.

Ritual itu rutin diperingati pada hari kematian Cornelis Chastelin, yakni 28 Juni.