CERI Pertanyakan Danantara Lembaga Kajian atau Lembaga Investasi?

- Kolase siap.viva
Siap – Presiden Prabowo Subianto memperkenalkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada Oktober 2024 sebagai lembaga pengelola aset negara yang bertujuan memperkuat investasi nasional.
Namun, pembentukan badan ini menuai kritik akibat kelemahan desain kelembagaan dan potensi intervensi birokrasi yang justru menghambat efisiensi.
Berdasarkan draf revisi UU BUMN yang kini dibahas DPR, BPI Danantara diposisikan sebagai superholding BUMN dengan tugas merumuskan kebijakan, bukan menjalankan operasional.
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, menilai struktur ini berisiko memanjangkan jalur birokrasi.
“Proses persetujuan yang melibatkan direksi, Kementerian BUMN, hingga DPR bisa membuat BUMN kehilangan momentum investasi,” kata Yusri Usman seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 4 Februari 2025.
Kekhawatiran utama muncul dari desain kelembagaan BPI Danantara yang belum sepenuhnya independen.
“Kalau masih ada intervensi pemerintah, ini tidak sesuai konsep superholding seperti Temasek di Singapura,” kritik Yusri.
Padahal, badan ini direncanakan mengelola aset senilai Rp 9.085 triliun, termasuk tujuh BUMN strategis seperti Bank Mandiri, Pertamina, dan PLN.
Merujuk model Temasek, BPI Danantara diharapkan menjadi sovereign wealth fund (SWF) yang mengoptimalkan aset negara untuk pendanaan pembangunan di luar APBN.
Namun, draf UU BUMN justru memberi kewenangan pengawasan kepada Menteri BUMN dan mengharuskan laporan ke Presiden—struktur yang dinilai bertentangan dengan prinsip independensi.
Ekonom Yanuar Rizki dalam wawancara dengan Indonesia Business Post (11/11/2024) mendukung konsep superholding ini asal diimbangi pengawasan ketat oleh OJK, BPK, dan DPR.
“Konsolidasi laporan keuangan BUMN diperlukan untuk memaksimalkan aset negara,” ujarnya.
Namun, Yusri menegaskan bahwa tanpa transparansi dan corporate governance yang kuat, BPI Danantara bisa jadi alat oligarki.
Polemik lain muncul dari payung hukum yang belum jelas.
Meski RUU BUMN dijadwalkan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 4 Februari 2025, publik masih mempertanyakan mekanisme pengalihan kepemilikan aset BUMN ke BPI Danantara.
Apakah akan mengikuti model Temasek yang diatur dalam konstitusi Singapura, atau sekadar shell company tanpa perlindungan hukum memadai?
Apa yang Dipertaruhkan?
1. Independensi vs Intervensi
BPI Danantara berpotensi gagal menjadi katalisator ekonomi jika keputusan investasi tetap dikendalikan birokrasi.
2. Potensi Penyalahgunaan
Tanpa pengawasan independen, aset Rp 9.085 triliun berisiko diselewengkan untuk kepentingan politik atau korporasi.
3. Peluang Investasi Global
Jika dikelola profesional, BPI Danantara bisa meniru kesuksesan Temasek yang menghasilkan return 14 persen dalam 50 tahun.
“Keberhasilan BPI Danantara bergantung pada keberanian pemerintah melepas campur tangan birokrasi,” tegas Yusri.
Yusri juga mengungkapkan bahwa publik kini menunggu komitmen nyata Prabowo dan DPR menjadikan badan ini alat pembangunan, bukan alat oligarki.