Guru Besar UI Anna Rozaliyani Ungkap Ancaman Penyakit Jamur di Indonesia: Berpotensi Jadi Pandemi
- Istimewa
Siap – Anna Rozaliyani resmi menyandang gelar sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI). Pengukuhan profesor tersebut berlangsung pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Adapun judul artikel ilmiahnya adalah Penyakit Jamur Sebagai Ancaman Kesehatan Global Tersembunyi: Pentingnya upaya Meningkatkan Kewaspadaan, Uji Diagnosis Cepat, dan Kolaborasi Multisektor di Indonesia.
Anna Rozaliyani mengungkapkan, bahwa pandemi Covid-19 telah mengubah pola penyebaran penyakit secara global, termasuk penyakit jamur.
Menurut catatannya, lebih dari satu miliar orang dilaporkan mengalami penyakit jamur setiap tahun.
Kemudian, sekira 6,5 juta kasus merupakan infeksi jamur invasif, dengan angka kematian sekitar 2,5 juta kasus.
Angka kematian itu lebih tinggi atau setara dengan penyakit serius lain, misalnyamalaria dan tuberkulosis.
"Penyakit jamur merupakan silent killer (pembunuh senyap) yang menjadi ancaman kesehatan global tersembunyi, bahkan berpotensi menimbulkan pandemi di masa depan," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima siap.viva.co.id pada Senin, 16 Desember 2024.
Jamur Penyebab Penyakit Sering Dianggap Sepele
Anna Rozaliyani menerangkan, bahwa jamur merupakan mikroorganisme yang dapat ditemukan di mana saja.
Ia menyebut, jamur yang dikenal sebagai bahan makanan dan bahan baku dalam bidang industri, juga dapat menyebabkan penyakit atau gangguang kesehatan.
Penyakit yang disebabkan jamur disebut mikosis, sedangkan ilmu yang mempelajarinya disebut mikologi.
"Penyakit jamur (mikosis) semula dianggap jarang terjadi dan tidak menyebabkan penyakit serius, sehingga sering terabaikan (neglected)," ujarnya
Dalam perkembangan selanjutnya, penyakit jamur invasif dapat mengakibatkan angka kesakitan dan kematian tinggi, terutama pada pasien dengan faktor risiko atau kondisi tertentu.
Ancaman Kesehatan Global
Berbagai faktor berikut meningkatkan potensi penyakit jamur sebagai ancaman kesehatan global, bahkan menjadi future pandemic:
- Faktor lingkungan berupa perubahan iklim, pemanasan global, bencana alam berperan penting dalam mengubah distribusi geografis jamur patogen, dan menyebabkan peningkatan jumlah kasus penyakit jamur.
- Faktor manusia berperan penting dalam peningkatan populasi pasien yang berisiko mengalami penyakit jamur, antara lain:
Gaya hidup tidak sehat (merokok, konsumsi gula tinggi, polusi udara), infeksi HIV ODHIV/AIDS maupun penyakit kronik lain semakin banyak.
Prosedur kedokteran modern telah meningkatkan angka harapan hidup pasien sakit kritis, namun sekaligus meningkatkan risiko pasien mengalami infeksi jamur invasif.
Penggunaan obat antijamur (OAJ) kurang tepat dapat meningkatkan resistensi jamur dan menyulitkan tata laksana.
- Faktor jamur penyebab belum dikonfirmasi dengan baik, padahal semakin banyak laporan spesies jamur resistan terhadap OAJ.
Terbatasnya akses diagnostik dan obat berkualitas juga menjadi kendala.
Tantangan Diagnosis
Anna Rozaliyani menerangkan, diagnosis dini merupakan syarat keberhasilan pengobatan penyakit jamur.
Menurutnya, gejala penyakit jamur yang tidak khas atau menyerupai penyakit lainmenyebabkan kurangnya kewaspadaan klinis.
Pemeriksaan fisis, radiologi, dan laboratorium rutin juga tidak menunjukkan hasil spesifik.
Selain itu, ketersediaan laboratorium khusus jamur dan SDM terlatih juga masih terbatas.
"Kondisi tersebut menyebabkan penyakit jamur sering terlambat diketahui atau diagnosisnya kurang tepat," imbuhnya.
Pasien seringkali sudah berada pada kondisi penyakit lanjut, sehingga tata laksana tidak memadai. Akibatnya angka kesakitan dan kematian juga tinggi.
Prosedur diagnosis penyakit jamur hendaknya memprioritaskan uji yang tepat, untuk pasien yang tepat, sehingga dapat menentukan terapi yang tepat pula (the right test, for the right patient, to prompt the right action).
Ia menerangkan, bahwa pemeriksaan mikologi merupakan prosedur diagnosis yang sangat penting.
Metode biakan jamur merupakan baku emas diagnosis mikosis, namun memerlukan waktu lama, keahlian khusus, dan kurang sensitif.
Metode non-biakan menggunakan biomarker dapat membantu diagnosis cepat, namun interpretasi hasil harus dilakukan dengan cermat.
Uji Diagnosis Cepat
Uji diagnostik cepat dan akurat sangat diperlukan untuk mengurangi beban penyakit jamur di seluruh dunia.
Anna menyebut, kemajuan teknologi diagnostik berupa point-of-care testing (POCT) telah merevolusi praktik klinis dengan tersedianya uji cepat, tepat waktu, mudah digunakan, serta dapat dilakukan di dekat pasien (bed-side test).
Uji cepat harus memenuhi kriteria WHO yaitu affordable, sensitive, specific, user-friendly, rapid/robust, equipment-2 free, deliverable to end-users (ASSURED).
Syarat itu diperluas menjadi reassured, dengan penambahan kriteria real-time connectivity dan ease of specimen collection.
"POCT memungkinkan respons cepat terhadap tata laksana penyakit jamur progresif, serta investigasi dan mitigasi wabah," katanya.
Situasi Penyakit Jamur di Indonesia
Kondisi lingkungan Indonesia sebagai negara tropis yang hangat dan lembab sangat cocok untuk pertumbuhan jamur.
Prevalensi infeksi HIV/AIDS dan TB maupun penyakit kronik lain, serta komplikasi penyakit meningkatkan faktor risiko terjadinya penyakit jamur invasif.
Kewaspadaan (awareness) terhadap penyakit jamur belum memadai.
Hal itu mengakibatkan rendahnya kecurigaan klinis, kesalahan diagnosis, pengobatan tertunda, bahkan berakhir dengan kematian.
Lebih lanjut ia merangkan, kerbatasnya fasilitas diagnosis dan SDM terlatih untuk pemeriksaan mikologi masih menjadi tantangan.
Ketersediaan dan akses OAJ juga terbatas, sehingga pengobatan belum optimal.
Lebih lanjut Profesor FKUI itu mengatakan, tantangan di atas harus dihadapi dengan upaya dan strategi komprehensif.
Pengembangan diagnosis penyakit jamur semakin terbuka dengan hadirnya POCT.
Berbagai penelitian menggunakan POCT telah membantu survei epidemiologi penyakit jamur di Indonesia.
Hasil penelitian tersebut diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah/pihak terkait untuk memberikan dukungan lebih baik dalam tata laksana penyakit jamur.
Strategi Mengatasi Penyakit Jamur
Pada tahun 2022, WHO merilis pernyataan penting tentang fungal priority pathogen list (FPPL) yang bertujuan memperkuat respons global terhadap infeksi dan resistensi jamur terhadap OAJ.
Tiga pilar kegiatan yang direkomendasikan WHO dalam merespons FPPL adalah:
1) Peningkatan surveillance/pengawasan dan kemampuan laboratorium.
2) Dukungan penelitian, pengembangan dan inovasi.
3) Intervensi kesehatan masyarakat.
Anna berpendapat, ketiga pilar kegiatan itu saling terkait dan memperkuat satu sama lain.
"Kolaborasi multisektor serta upaya komprehensif merupakan kunci keberhasilan mengatasi tantangan penyakit jamur," terangnya.
Selain itu, kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan pribadi dan lingkungan perlu ditingkatkan, termasuk memperbaiki gaya hidup melalui PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat).
Dengan demikian semua pihak dapat mendukung upaya penanganan penyakit jamur di Indonesia.