Singgung Kasus Oknum DPRD Cabul, Paralegal Sebut Depok Kode Merah, Ini Catatan Dosen UI

Ilustrasi kasus cabul oknum DPRD di Depok
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Depok masuk dalam kategori darurat. Data Paralegal bahkan menyebut, daerah penyangga Jakarta ini masuk  kategori kode merah. 

"Kota Depok itu termasuk red code ya, kode merah untuk kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak," kata Founder Paralegal Depok, Sahat Farida Berlian di kampus Universitas Indonesia (UI) pada Kamis, 5 Desember 2024. 

Namun demikian, Sahat mengaku belum bisa menjelaskan secara rinci terkait data tersebut.

"Saya belum menghitung tahun ini seperti apa, ragamnya, jumlahnya segala macam. Cuman kan kalau apa berita-berita viral terkait kekerasan, apalagi kekerasan seksual itu banyak sekali mewarnai media nasional, itu dari Depok," jelasnya.

Salah satunya, kata Sahat, terkait kekerasan terhadap anak di SDN Pondok Cina yang sampai sekarang belum kelar.

"Terus yang masih berjalan sampai saat ini juga kekerasan dugaan pencabulan persetubuhan anak di bawah umur oleh oknum anggota DPRD Kota Depok," ucapnya. 

Politisi PDIP itu mengatakan, salah satu indikator kode merah yakni jumlah kasus yang banyak.

"Kalau laporan yang Paralegal Depok sendiri satu bulan aja ada lima kasus," tuturnya. 

Lebih lanjut ketika disinggung soal laporan dugaan kasus cabul oknum DPRD Depok, Sahat mengaku belum bisa berkomentar banyak. 

"Sejauh mana progressnya? Kami sih mengapresiasi aparat ya, hari ini dari penyidik berkoordinasi dengan lembaga perlindungan saksi dan korban masih menunggu hasil pemeriksaan psikologi khusus," bebernya. 

"Jadi ternyata memang proses pemeriksaan psikologi khusus ini cukup detail dan rumit ya, karena kan basisnya adalah memori dan pengalaman personal dari korban," sambung dia. 

Kemudian, lanjut Sahat, setelah pemeriksaan psikologi khusus, kabarnya penyidik akan ada pemeriksaan kepada ahli hukum pidana anak. 

"Nah pendapat dari ahli hukum pidana anak ini juga akan digunakan untuk modal melakukan gelar perkara kasus, ya selanjutnya setelah gelar perkara kasus bisa dilihat nanti," katanya.

Sahat berharap, kasus dugaan cabul oknum DPRD Depok itu bisa segera diusut tuntas.

"Kabar yang kami dapat dari penyidik katanya juga sudah membuat surat ke DPRD Depok terkait kasus ini. Bahwasanya kasus ini mulai dilakukan pemeriksaan sebagai pemberitahuan kepada DPRD Depok," ucapnya. 

Catatan Dosen UI

Sementara itu, Dosen Kriminolog FISIP UI, Mamik Sri Supatmi mengatakan, meskipun Depok berstatus Kota Layak Anak, namun fakta menunjukan sebaliknya. 

"Masih banyak kekerasan terhadap kepada anak, kepada perempuan itu banyak sekali, jadi memprihatinkan ya," ujarnya.

Menurut Mamik, kondisi ini tidak hanya terjadi di Depok dan itu disebabkan banyak faktor. 

"Sebenarnya tidak hanya Depok, tetapi saya juga kuliah di Depok, saya rasa salah satu faktornya adalah memang kurangnya pemahaman dari warga Depok tentang bagaimana setiap anak harus mendapatkan perlindungan, khususnya dari kekerasan," kata dia. 

Kemudian juga pada perempuan, yang diperlakukan setara dengan pasangan-nya atau laki-laki. 

"Jadi pemahaman tentang bagaimana kedudukan perempuan, istri di dalam rumah tangga itu juga diberikan pemahaman yang kuat, jangan mengandalkan masyarakat sipil, tapi ini kan juga kewajibannya Pemerintah Kota Depok," ujarnya.

"Apalagi ada slogan Kota Religius, Kota Smart City, itu kan sebenarnya harus relevan dan konsisten," sambung Mamik.

"Kota religius kan katanya agama memberikan berkah kepada semua. Maka perlakuan kepada perempuan dan pada anak harusnya diperbaiki," timpal dia lagi.

Jadi, menurut Mamik, tidak hanya puas pada aktivitas mengaji, dan mushola penuh. 

"Jadi bukan hanya kesadaran dari masyarakat, tetapi yang paling penting menurut saya adalah kesadaran daripada pejabat di level pemerintah kota," tegasnya. 

"Jadi sebenarnya kemiskinan, akses pada pendidikan, pekerjaan yang layak, menurut saya itu masih problem besar di Depok," sambungnya. 

Mamik menilai, kesejahteraan sosial itu punya dampak yang besar untuk perlindungan anak dan perempuan.

"Kalau kita kesulitan dalam hidup misalkan kemiskinan itu implikasinya kan pada KDRT, selain juga perspektif ya."

Namun Mamik menegaskan, bukan berarti semua orang miskin atau kelas sosial bawah itu melakukan kekerasan, tidak. 

"Tapi situasi kesulitan ekonomi itu membuat faktor kerentanan perempuan dan anak-anak menjadi semakin berat," jelasnya.

"Tapi catatan saya yang khusus adalah kepada Pemerintah Kota Depok, moga-moga yang sekarang menjadi jauh lebih lebih baik, lebih aware, lebih paham tentang isu ini," sambungnya.

"Tidak sibuk dengan ritual agama, tapi justru mengisi kegiatan agama dengan hal-hal yang lebih nyata untuk melindungi perempuan dan anak-anak," ujarnya lagi.

Mamik juga sempat menyinggung slogan Depok sebagai Kota Layak Anak yang menurutnya belum sesuai dengan kenyataan. 

"Banyak kekerasan, termasuk kekerasan seksual, ini kan jadi nggak masuk akal ya. Ini kan sekedar slogan kayak zaman Orde Baru, maknanya enggak seperti itu," katanya.