Kisah Inspiratif Dibalik Berdirinya Sekolah Alam di Banyuwangi, Bisa Bayar Pakai Sayur dan Doa?

Potret ilustrasi Sekolah Alam
Sumber :
  • Istimewa

Siap –Perjuangan Muhammad Farid dalam membantu keberadaan sarana pendidikan di Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur akhirnya berbuah manis.

Ia diketahui berhasil mendirikan Sekolah Alam SD-SMP-Mahad Alam BIS (Banyuwangi Islamic School).

Di Sekolah yang didirikan pada 2005 silam itu pendidikan tidak hanya terfokus pada teori, tetapi juga membangun keterampilan praktis seperti berkebun dan beternak.

Sekolah Alam ini memang berbeda dari institusi pendidikan lainnya. Selain ruang kelas konvensional atau bangku-bangku, para siswa dibebaskan belajar di aula, saung, dan sanggar sederhana.

Namun, yang paling menginspirasi adalah metode pembayaran yang diterapkan Farid untuk siswa dari keluarga kurang mampu.

Mereka diperbolehkan "membayar" dengan sayur-mayur.

"Asalkan yatim atau dhuafa, mereka bisa membayar dengan sayur, bahkan kalau benar-benar tidak mampu cukup dengan doa," kata Muhammad Farid seperti dikutip BWI24Jam.

Sayur tersebut kata Fatid, kemudian diolah menjadi bahan makanan bagi santri di boarding school-nya atau bahkan digunakan untuk mendukung kebutuhan sekolah.

"Namun dulu waktu awal-awal berdiri sayur mayur itu saya gunakan untuk membayar upah guru, kerena dulu belum mampu menggaji," ungkapnya.

Sekolah ini bukan hanya unik dalam hal metode pembayaran, tetapi juga dalam kurikulumnya. Farid mengombinasikan kurikulum modern dengan pendekatan pesantren salafiyah.

Siswa tidak hanya belajar mata pelajaran umum tetapi juga Bahasa Arab, menghafal Al-Qur’an, serta mendapatkan penguasaan bahasa asing seperti Inggris, Jepang, dan Mandarin.

Dengan luas area 3.000 meter persegi di bawah Yayasan Bina Insan Islami miliknya, anak-anak pun dapat terlibat dalam kegiatan outbond sederhana yang menambah keseruan belajar.

Farid mengisahkan, inspirasi untuk mendirikan Sekolah Alam muncul saat melihat model pendidikan sejenis di kota besar yang hanya terjangkau oleh kalangan atas.

Oleh sebab itu, Ia Bersama sahabatnya Suyanto memutuskan untuk membawa konsep ini ke Banyuwangi dengan biaya yang lebih terjangkau bagi masyarakat sekitar, bahkan ada muridnya dari luar kota.

Dengan usaha yang tak kenal lelah, Muhammad Farid berhasil mewujudkan mimpinya akan pendidikan yang inklusif dan berbasis pada karakter.

Tidak heran, atas dedikasinya, ia diganjar penghargaan Satu Indonesia Awards oleh Astra International pada tahun 2010.