Ketika Hercules Tolak 'Service' Pedagang Terminal: Uang Itu Kayak Sampah!
- Tangkapan layar YouTube Karni Ilyas Club
"Saya tidak pernah minta-minta, apalagi dengan cara kekerasan, cara premanisme itu. Kami orang dari sana itu punya rasa enggak enak, malu, kayak gitu. Jadi saya tidak pernah (meras). Kalau saya mau bisa aja, semua takut dengan saya apalagi saya dekat dengan militer (kala itu)," tuturnya.
Hercules mengakui, ketika muda dulu dirinya sempat dipercaya untuk mengelola kawasan judi di Tanah Abang, Jakarta. Dari situlah ia meraup banyak uang. Namun menurutnya tidak berkah.
"Itu aja (judi) duitnya udah nggak karu-karuan, apalagi kita minta orang, minta sama pedagang, orang jualan. Ya kan jadi saya itu pantangan buat saya," tegasnya.
Hercules bahkan teringat, untuk jajan di kawasan terminal saja dirinya kadang mengeluarkan uang lebih. Padahal, tak satupun pedagang yang berani nagih.
"Saya datang ke terminal itu anak buah saya empat orang, kalau saya minum teh botol itu dikasih gratis, nggak mau saya. Harganya saat itu per botol Rp 250 perak. Saya tahu, sedangkan yang jual itu cuma untung paling 100 perak atau paling tidak 150 perak."
"Terus saya bayar tidak mau dia, tidak mau terima. Ini nggak bisa, karena bagi saya uang gampang. Itu (uang) kayak sampah. Akhirnya saya kasih itu uang, saya tidak ambil, bahkan (bayarnya) saya lebihin. Jadi itu yang saya selalu terapkan. Penghasilan saya itu dari judi itu."
Namun kini, itu semua tinggal kenangan. Hercules telah lama hijrah, meninggalkan dunia hitam tersebut sejak dirinya memutuskan untuk menjadi seorang mualaf.