Kisah Gus Baha Nikahi Anak Kiai, Minta Mertua Pikir Ulang Karena Ogah Glamor

Sosok Gus Baha
Sumber :
  • Tangkapan layar YouTube Ngaji Gus Baha82

Siap – Sosok Gus Baha baru-baru ini kembali menyita perhatian publik. Itu lantaran sikapnya yang sangat sederhana. Hal tersebut bahkan sempat terekam kamera amatir warga ketika dia dan dua anaknya mampir belanja ke minimarket.

Polemik Nasab Terus Bergulir, Tiga Ulama Besar Ini Takzim pada Habaib

Dalam tayangan video yang beredar ini, Gus Baha hanya mengenakan kemeja putih, sarung dan kopiah hitam di kepala, seperti penampilannya saat mengisi tausiah atau ceramah. 

Gus Baha cuma menggunakan motor matik seadanya, membonceng kedua buah hatinya yang masih kecil. 

Terpopuler: Isi Chat Pegi Terkuak, Rhoma Irama Bahas Nasab Gus Baha Angkat Bicara

Momen kesederhanaan sang kiai tersebut diunggah dalam akun Instagram @ceramahgusbaha dan menuai reaksi simpati banyak warganet. 

Nah usut punya usut, sikap sederhana dan apa adanya itu telah tertanam di benak Gus Baha sejak dirinya masih kecil. 

Gus Baha Singgung Penyanyi Dangdut Tak Pernah Ngaji Bahas Agama Berpotensi Sesat dan Menyesatkan

Kesederhanaan beliau bukanlah sebuah kebetulan, namun merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil. 

Padahal, Gus Baha memiliki latar belakang dari keluarga tajir loh. Maka tak heran jika tak satupun dari keluarganya yang hidup miskin. 

Terkait hal itu, ada satu kisah yang juga cukup menarik dan patut dicontoh dari seorang Gus Baha. Yakni ketika dia melamar seorang anak kiai. 

Seperti apa kisahnya? Simak ulasan berikut. 

Data yang dihimpun menyebutkan, setelah menyelesaikan pendidikannya di Sarang, Gus Baha akhirnya menikah dengan seorang anak kiai yang bernama Ning Winda

Itu adalah pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. 

Ada satu cerita menarik tentang pernikahan Gus Baha dan Ning Winda. Jadi sebelum lamaran, dia menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu. 

Gus Baha menegaskan, bahwa kehidupannya jauh dari kata glamor, melainkan kehidupan yang sangat sederhana. 

Beliau bahkan berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berpikir ulang atas rencana pernikahan tersebut. 

Tentu maksud beliau agar mertuanya tidak kecewa di kemudian hari. Namun ternyata, sang mertua hanya tersenyum dan malah mengatakan "klop" alias sami mawon kalih kulo (sama saja dengan saya).

Kesederhanaan Gus Baha dibuktikan saat beliau berangkat ke Pondok Pesantren Sidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yang telah ditentukan waktunya. 

Pemilih nama lengkap K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim itu berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menumpang bus kelas ekonomi. 

Kesederhanaan beliau bukanlah sebuah kebetulan, namun merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil. 

Setelah menikah, Gus Baha mencoba hidup mandiri dengan keluarga barunya. Ia menetap di Yogyakarta. Selama di Jogja, beliau menyewa rumah untuk ditempati keluarga kecilnya.

Semenjak Gus Baha menetap di Yogyakarta, banyak santri-santri beliau di Karangmangu yang merasa kehilangan. 

Hingga pada akhirnya mereka menyusul Gus Baha ke Yogya dan urunan atau patungan untuk menyewa rumah di dekat rumah beliau. 

Tiada tujuan lain selain untuk tetap bisa mengaji kepada beliau. Ada sekitar 5 atau 7 santri mutakhorijin al-Anwar maupun MGS yang ikut ke Yogya. 

Saat di Yogya inilah kemudian banyak masyarakat sekitar rumah Gus Baha yang akhirnya minta ikut ngaji kepada beliau.

Profil 

Sebagai informasi, Gus Baha sendiri merupakan ulama asal Rembang, Jawa Tengah. Sosoknya dikenal sebagai salah satu ulama ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam seputar al-Quran. 

Gus Baha lahir pada 29 September 1970, Kecamatan Sarang yang menikah dengan Ning Winda asal Pesantren Sidogiri Pasuruan

Buah dari pernikahan tersebut, Gus Baha dan Ning Winda telah dikarunia tiga anak.

Sama seperti leluhurnya, Gus Baha juga dikenal sebagai salah satu ulama ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam seputar al-Quran. 

Dia merupakan salah satu murid dari ulama kharismatik, Kiai Maimun Zubair

Nah berdasarkan silsilah, Gus Baha adalah putra dari seorang ulama pakar Al-Quran dan juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran LP3IA, Kiai Nursalim al-Hafizh, dari Narukan, Kragan, Rembang.  

Kemudian dari silsilah keluarga ayah, Gus Baha merupakan generasi ke-4 ulama-ulama ahli Al-Qur'an. 

Sedangkan dari garis  keluarga ibu, Gus Baha menjadi bagian dari keluarga besar ulama Lasem, dari Bani Mbah Abdurrahman Basyeiban atau Mbah Sambu. 

Sebagai seorang santri tulen, yang berlatar belakang pendidikan non-formal dan non-gelar. 

Gus Baha diberi keistimewaan untuk menjadi sebagai Ketua Tim Lajnah Mushaf Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. 

Ia duduk bersama para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Quran dari seluruh Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain. 

Teladan yang bisa ditiru dari Gus Baha adalah tentang kesederhanaanya. Kesederhanaan yang dipraktikannya bukan berarti dia dari keluarga miskin.

Karena kalau dilihat dari silsilah lingkungan keluarganya, tiada satupun keluarganya yang miskin. 

Bahkan kakek Gus Baha dari jalur ibu merupakan juragan tanah di desanya.