Melongok Pengembangan Ekosistem Digital di SMA Regina Pacis Solo

Pembelajaran di Regina Pacis
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Sekolah Regina Pacis menyadari, berbagai agenda strategis telah menunggu Indonesia di masa yang akan datang. 

Usai Dibantai PSS Sleman 4-1, Widodo Harap Arema FC Tetap Semangat Lolos Degradasi

Beberapa di antaranya, mulai dari Society 5.0, Revolusi Industri 4.0, ASEAN Community Vision 2025, Sustainable Development Goals 2030, hingga Generasi Indonesia Emas 2045

Melalui beragam agenda tersebut, pertumbuhan progresif di banyak aspek adalah tujuan yang hendak diraih. 

Dubes India Sebut Program Makan Gratis Prabowo Nyontek dari Prindavan, Benarkah?

Target-target konkret yang berkiblat pada transformasi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dicetuskan dalam rangka memperbaiki nasib bangsa dan hajat hidup masyarakatnya. 

Di sisi lain, program tersebut harus dimaknai sebagai akselerator gerak langkah bangsa Indonesia menuju tujuan-tujuan nasional.  

Namanya Disebut bakal Jadi Ketum Golkar, Begini Respons Gibran

Di tengah hiruk pikuk target yang menanti, manusia bangsa menjadi aspek krusial. Masyarakat adalah ujung tombak, motor, sekaligus objek dari misi-misi ambisius tersebut. 

Terlebih lagi ketika banyak agenda yang menempatkan kualifikasi digital sebagai sendi-sendi pergerakannya. 

Pendidikan tentu memiliki andil yang begitu vital. Melaui pendidikan, intelektual seorang manusia tercipta, tertempa, dan terpelihara. 

Karena intelektualitas adalah bahan bakar kompetensi, maka pendidikan layak disebut sebagai pabrik kemajuan. 

Institusi pendidikan jelas menjadi agen primer dalam misi-misi kemajuan tersebut. Di dalam raganya tumbuh harapan akan eskalasi kualitas manusia, terutama ketika harus berhadapan dengan tantangan bonus demografi. 

SMP-SMA Regina Pacis Surakarta (Kampus Regina Pacis Surakarta) sebagai bagian dari Yayasan Winaya Bhakti menyadari tantangan tersebut. 

Selaras dengan visinya yang reformis: Humanis dan berwawasan global, Kampus Regina Pacis berorientasi pada penciptaan generasi unggul yang siap menghadapi berbagai tantangan dunia masa depan. Era digital menjadi salah satu fokusnya. Visi tersebut tidak berhenti di isapan jempol semata. 

Beberapa bulan lalu, tepatnya pada Oktober 2023, Kampus Regina Pacis mendirikan komunitas anyar bernama U-Tech yang merupakan akronim dari Ursuline Technology Community

U-Tech adalah komunitas yang beranggotakan siswa-siswi SMA-SMP Regina Pacis dengan kompetensi di bidang teknologi, khususnya robotik, 3D printing, dan metaverse.  

U-Tech tidak berdiri atas nama kebetulan yang spekulatif nan semu. Sebaliknya, mereka ada sebagai upaya menumbuhkan ekosistem pembelajaran teknologi digital di sekolah. 

Disebutkan demikian karena program edukasi teknologi digital di Kampus Regina Pacis bukan hal baru. Rintisannya dimulai sejak pembelajaran jarak jauh era pandemi Covid-19. 

Ketika pembelajaran menjadi serba terbatas akibat pandemi, persisnya pada tahun ajaran 2019/2020 dan seterusnya, sekolah berinovasi dengan menjadi pelopor konsep pembelajaran Integrated Learning (IL). 

Melalui program IL, sekolah menerapkan pembelajaran terpadu berbasis proyek digital. 

Para siswa diminta membuat produk digital seperti siniar (podcast), video blog (vlog), whiteboard animation, komik digital, hingga film pendek yang di dalamnya memuat beragam materi esensial mata pelajaran. 

IL adalah langkah awal Kampus Regina Pacis dalam memberikan edukasi kemampuan berteknologi digital bagi peserta didik. 

Seusai pandemi, IL tetap dipertahankan dengan konsep yang baru sehingga tetap relevan di tengah pembelajaran tatap muka penuh. 

Dalam tahun yang sama, program IL sekolah dikolaborasikan dengan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam struktur Kurikulum Merdeka.

Lazimnya selama setahun IL/P5 akan digelar tiga sampai empat kali dengan tema yang berbeda. Salah satu tema yang rutin diangkat adalah kecakapan digital. 

Pada tahun ajaran 2021/2022, IL/P5 tema ketiga mengangkat isu sustainable living yang diaktulaisasi dalam pembuatan teknologi digital berupa metaverse, robotik, dan 3D printing. 

Dalam rentang waktu sebulan, para peserta didik diminta membuat salah satu di antara tiga produk tersebut dengan tema gaya hidup berkelanjutan dan harus memasukkan materi esensial mata pelajaran yang diujikan. 

Melalui momentum IL/P5 inilah banyak talenta siswa di bidang teknologi yang muncul ke permukaan. 

Para talenta ini tampak dominan dan mampu menunjukkan bakat minatnya dalam pembuatan produk-produk digital. 

Munculnya talenta muda tersebut mendorong sekolah untuk berfokus pada pengembangan ekosistem pembelajaran teknologi digital di Kampus Regina Pacis Surakarta. 

Berdirinya U-Tech adalah salah satu aktualisasinya. 

“Komunitas U-Tech memungkinkan didirikan karena sudah memiliki landasan berupa program IL tahun lalu, baik secara pengalaman atau peralatan. Selain itu, U-Tech hadir juga untuk mewadahi kebutuhan siswa, khususnya bagi mereka yang memiliki bakat dan minat di sana,” ujar Wakil Kepala SMA Regina Pacis Surakarta Bidang Kesiswaan, Ria Tri Krisnawati. 

Penulis berkesempatan melakukan wawancara langsung dengan ketua komunitas U-Tech, Paksi Pragiwaka. 

Menurut siswa yang duduk di bangku kelas XI-B ini, U-Tech lahir dari inisiatif siswa dan guru akan pentingnya keberlanjutan program IL/P5. 

Berbagai hal substansial, misalnya kompetensi yang telah terbentuk dan sarana prasarana yang telah tersedia, tidak boleh mubazir ketika IL/P5 selesai. 

Maka diperlukan sebuah wadah yang mampu menjaga keberlanjutan kompetensi serta sumber daya tersebut. 

Pada awalnya U-Tech dipelopori oleh Usep Duwi Santoso, bersama lima orang siswa yang dianggap berkompeten, memiliki visi selaras, dan bersedia terlibat dalam kepengurusan komunitas. 

Selanjutnya Paksi dan keempat orang lainnya tersebut didapuk sebagai pengurus inti U-Tech. Selanjutnya para pengurus melakukan rekrutmen anggota. 

Kini komunitas U-Tech beranggotakan 70 anggota, terdiri dari 61 siswa SMA dan 9 siswa SMP. 

U-Tech berfokus pada pengembangan talenta teknologi informatika para anggotanya. Di dalamnya terdapat tiga divisi utama, yaitu divisi robotik, divisi metaverse, dan divisi 3D printing. 

Setiap divisi rutin mengadakan pertemuan sekali setiap bulan. Pertemuan dapat berupa workshop, seminar, atau pelatihan berbasis studi banding yang bertujuan meningkatkan penguasaan produk teknologi anggota sesuai divisi. 

"Selain program internal, U-Tech berencana mengadakan edukasi lingkup eksternal. Kami merencanakan beberapa program kerja seperti seminar, lomba, dan pelatihan,” terang Paksi.  

Keberadaan U-Tech disambut baik oleh para siswa. Misalnya oleh Nicholas Satria Utomo, siswa kelas XI-J yang menjadi salah satu anggota U-Tech. 

“Bagi saya, komunitas menjadi media berharga dalam mengembangkan diri karena di dalamnya banyak pembelajaran seputar teknologi yang diperoleh.”

Sebagai anggota divisi robotik, ia menambahkan bahwa banyak kemajuan yang dirasakannya selama bergabung dalam U-Tech. Sebagai contoh, Nicholas banyak belajar tentang programming robot. 

“Di U-Tech, kita menggunakan leanbot sebagai media belajar. Leanbot ini adalah robot yang dapat bergerak, mengambil objek, mengeluarkan suara, serta menangkap sensor. Cara kerjanya adalah berbasis coding. Coding ini yang kita eksplorasi di U-Tech.”

Menurut keterangan Paksi, U-Tech di fase-fase awal akan berorientasi pada edukasi internal anggota. Misi tersebut direalisasi salah satunya dengan aktif mengikuti kompetisi. 

Tidak disangka, dalam bulan-bulan awal berdirinya, U-Tech langsung menjuarai lomba bergengsi tingkat nasional. 

Paksi Pragiwaka, Ardiyan Chang, Reynard Lim, dan Marco Angelo—yang juga merupakan anggota U-Tech—berhasil keluar sebagai juara 2 dalam lomba Robopark tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Kristen Duta Wacana. 

Dalam kesempatan sama, Ardiyan Chang, salah satu anggota kelompok yang berhasil keluar sebagai juara, menyampaikan perjuangan di baliknya.   

“SMA Regina Pacis mengirim dua tim dengan setiap tim beranggotakan empat orang yang berasal dari anggota U-Tech. Lomba di UKDW ini menantang karena peserta didominasi oleh mahasiswa yang sudah jauh lebih berpengalaman,” terangnya. 

Ardiyan juga menerangkan bahwa lomba yang diadakan selama 24-26 November 2023 ini terdiri dari beberapa tahap. Pra-perlombaan berupa kegiatan seminar tentang artificial intelligence. 

Narasumber yang dihadirkan terbilang spektakuler yakni perwakilan Robotis dari Korea Selatan dan perwakilan Sari Teknologi dari Indonesia. Kompetisi berlangsung dalam empat tahap dengan sistem akumulasi poin. 

Tahap pertama, peserta diminta membuat robot turbin penghasil energi listrik. Berbasis sistem pemrograman easy maker, peserta harus menciptakan suatu rangkaian turbin yang apabila dialiri angin harus dapat menghasilkan listrik. Aspek penilaian didasarkan pada turbin yang mampu menghasilkan energi listrik paling besar. 

Tahap kedua, peserta diberi tugas membuat alat detektor ketinggian air. Dengan melakukan pemrograman tertentu, peserta akan membuat produk yang dapat memberikan output berupa suara ketika batas ketinggian air dalam suatu wadah telah tercapai. 

Semakin cepat dan tepat peserta menyelesaikan tugas yang diberikan, semakin tinggi poin yang diperoleh. Tahap ketiga, eksplorasi pemrograman robot Ollo Excel. 

Dalam tahap ini, setiap kelompok dibebaskan mengkreasikan program pada robot Ollo Excel. Kreasi program meliputi mobilitas, audio, dan aktivitas. Kreativitas menjadi kunci dalam tahap ini. 

Dalam tahap terakhir, kelompok harus mempresentasikan seluruh produk yang telah dibuat beserta analisisnya. 

Selain itu, mereka harus memaparkan sebuah ide produk digital berbasis kecerdasan buatan. Ardiyan dan kawan-kawan menuntaskan babak demi babak dengan optimal. 

“Kelompok yang mampu membuat program paling mendekati perfect ya anak-anak SMA dari Solo itu,” sebuah kalimat pujian dari dewan juri asal Korea Selatan. 

Menurutnya, lomba perdana mereka ini memiliki banyak manfaat. Pertama, sebagai ajang meningkatkan kompetensi sekaligus melatih kepercayaan diri. Dalam lomba Robopark tersebut persaingan berlangsung dengan ketat, terutama ketika mereka harus berhadapan dengan peserta mahasiswa. 

Meski demikian, kompetisi tersebut mampu membukakan mata seraya mengasah motivasi belajar mereka. Kedua, sebagai momentum memperluas jejaring. Kesempatan bertemu dengan orang-orang profesional kelas mancanegara dimanfaatkan Paksi dan kawan-kawan. 

Diskusi dan diplomasi intens mereka inisiasi dalam rangka pengembangan ekosistem pembelajaran teknologi di sekolah, termasuk salah satunya undangan lawatan Robotis Korea Selatan ke Kampus Regina Pacis Surakarta. 

Inisiasi ini disambut positif, baik dari pihak Robotis maupun sekolah. 

U-Tech adalah sebuah investasi awal dalam mewujudkan proses pembelajaran digital yang berkelanjutan. Terkait rencana pengembangan ke depan, pembina U-Tech sekaligus Wakil Kepala SMA Regina Pacis Bidang Sarana Prasarana, Usep Duwi Santoso memberikan gambaran. 

Sekolah ingin adanya kontinuitas, dalam artian tidak hanya saat kita IL saja, maka dibentuklah U-Tech ini sebagai wadah. Selain wadah, mereka juga dipersiapkan menjadi tutor sebaya untuk IL berikutnya.

"Dalam waktu dekat, mereka akan membuat program untuk mengasah kompetensi anggota sesuai divisi. Sasaran divisi robotik akan belajar leanbot, kemudian 3D printing baru akan belajar design, dan divisi metaverse mereka sudah sewa Minecraft untuk servernya.”

Selain dalam jangka waktu dekat yang meliputi pelatihan dan pengembangan talenta anggota, Usep juga telah menyimpan visi yang jauh ke depan. Dalam 5-15 tahun ke depan, ia bermimpi untuk membuat produk autonomous machine learning berbasis artificial intelligence di Kampus Regina Pacis. 

Bentuknya dapat berupa mesin penyiram otomatis, mesin perpustakaan otomatis, atau produk autonomous lain. U-Tech hadir sebagai upaya dalam rangka membangun ekosistem demi tujuan-tujuan praktis tersebut. 

Usep menilai bahwa keberlanjutan adalah napas penting dalam mewujudkan mimpi-mimpi besar digitalisasi sekolah. 

Dalam kesempatan wawancara bersama Usep, penulis menanyakan dua stereotip krusial terkait berdirinya U-Tech. 

Pertama, sebagai sebuah komunitas berbasis teknologi, muncul anggapan bahwa U-Tech amat eksklusif bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial tinggi dan siap mengeluarkan dana besar. Usep menanggapinya dengan santai. 

“Tidak ada seperti itu. Seluruh anggota tidak mengeluarkan dana sama sekali. Semuanya disediakan oleh sekolah.” 

Kedua, komunitas seperti U-Tech tidak banyak dijumpai di tingkat SMA, mayoritas alasannya adalah biaya yang mahal dan keterbatasan pendanaan sekolah. 

Metode Kampus Regina Pacis dalam menyiasati hal tersebut menarik untuk dikulik. 

“Bagi sekolah, ini adalah tentang pendidikan yang sangat berguna di masa depan. Jangan sampai kita tertinggal zaman. Maka kita mendukungnya, dalam artian kita ada talenta dan kita fasilitasi siswa. Dan ini prospek ke depannya untuk pendidikan dan masa depan anak sangat bagus,” terangnya. 

Terlepas dari berbagai tantangannya, U-Tech berdiri sebagai aktualisasi komitmen dan visi sekolah: mencetak generasi yang humanis dan berwawasan global.  Kampus Regina Pacis mencoba berdiri di tengah berbagai agenda strategis nasional serta global. 

Perannya krusial dalam memberikan edukasi teknologi digital yang mumpuni bagi peserta didik. 

Kompetensi terkait penguasaan berbagai produk modern dijadikan sasaran sekaligus tumpuan kegiatan belajar mengajar. Kepala SMA Regina Pacis Surakarta, M. M. Wahyu Utami menegaskan komitmen penting ini.

“Kita berharap ini menjadi inspirasi anak-anak muda untuk terus belajar mengikuti perkembangan zaman terutama teknologi yang dapat mempermudah atau menyelesaikan masalah-masalah dalam hidup manusia. Sekolah dan yayasan akan terus mendukung penuh hal ini, baik secara moral atau finansial.” 

Lebih esensial dari sekadar persoalan hard skill, kualifikasi soft skill siswa tidak luput dari perhatian pendidik. Siswa dipersiapkan menjadi pribadi yang komunikatif, kritis, bertanggung jawab, kolaboratif, dan kreatif. 

Melalui program-program unggulan, di mana U-Tech menjadi salah satunya, Kampus Regina Pacis berupaya mencetak generasi muda yang memiliki kompetensi holistik: cendekiawan teknologi yang senantiasa mengakar pada prinsip-prinsip humanisme. 

(Penulis: Daniel Adrian Hartanto, SMA Regina Pacis Surakarta)