Jejak Sejarah Tahu Sumedang, Camilan Ringan Rasa Nendang
- Dispar Sumedang
Siap – Semua pasti suka tahu. Apalagi yang disajikan itu tahu Sumedang. Makanan ringan ini murah tapi bergizi.
Tahu mengandung banyak protein nabati karena terbuat dari kacang kedelai. Cocok menjadi santapan berbagai usia, terlebih untuk anak-anak dalam masa pertumbuhan.
Tahu bisa diolah dengan berbagai cara, seperti dibacem, dipepes, ataupun digoreng. Panganan yang digoreng paling terkenal adalah tahu Sumedang.
Sensasi rasanya yang gurih harus diakui membuat jenis makanan ini jadi fenomenal.
Gurihnya memang sulit dicari tandingannya. Coba saja bandingkan dengan tahu kuning, tahu putih atau tahu-tahu lainnya.
Jangan heran, jika semua itu tak ada apa-apanya. Oleh karena rasa itu, tahu Sumedang kemudian melegenda.
Ya, itulah tahu Sumedang, panganan legendaris khas kota tersebut. Selain gurih, kulit tahu ini krispi dan isinya pun lembut dan empuk.
Keunikan lain, ukuran tahu Sumedang ini terbilang tak terlalu besar, hanya 2,5 x 2,5 cm saja.
Wajar jika tahu Sumedang sangat populer dan mampu bertahan hingga saat ini.
Dalam banyak hal tahu ini tentu lebih unggul ketimbang jenis tahu-tahu produksi mana pun. Padahal, jika ditelisik bahan pembuatannya tak jauh beda dengan yang lain.
Hanya saja kedelai yang digunakan tahu Sumedang adalah kedelai lurik, kedelai khas Sumedang.
Sedangkan air yang digunakan air tanah, juga asli dari kota tersebut.
Tak berlebihan, jika cita rasa tahu Sumedang akan sangat berbeda, ketika sampai di mulut para pencintanya, renyah, lembut dan pastinya sangat gurih.
Sejarah tahu Sumedang telah mengarungi rentang waktu yang cukup lama. Lebih dari satu abad.
Dimulai dari 1917, ketika seorang warga keturunan China bernama Ong Ki No atau biasa dipanggil Babah Eno untuk pertama kali meracik tahu ini.
Lalu, diteruskan oleh keturunannya Ong Bung Keng hingga sampai pada keturunan mereka yang menjadi generasi milenial sekarang ini. Tahu Sumedang tetap eksis di tengah gerusan waktu.
Bahkan, lebih dari itu secara turun-temurun mereka pun mampu menjaga dan melestarikan resep pembuatan tahu warisan nenek moyang mereka.
Tak bisa dipungkiri sejalan dengan popularitas tahu Sumedang, para penggemar makanan ringan ini pun kian meluas.
Bukan saja berasal dari kota Sumedang, tapi jauh melebar ke kota-kota lain seperti Bandung, bahkan juga Jakarta.
Satu hal yang musti diingat, tak sedikit juga orang yang menyebut tahu Sumedang dengan tahu Bungkeng.
Ya, karena nama Bungkeng memang diadopsi dari nama salah seorang anggota keluarga produsen tahu ini, Ong Bung Keng.
Menurut cerita, saat itu bupati Sumedang, Pangeran Soeria Atmadja kebetulan melintas dengan menggunakan kereta kudanya (delman) dalam perjalanannya menuju Situraja.
Kemudian melihat Ong Bung Keng menggoreng sesuatu yang menarik perhatian bupati.
Melihat tampilannya dan mencium baunya yang gurih, Bupati pun penasaran dan mencicipinya.
Ternyata rasa dan wanginya membuat bupati mengusulkan kepada Bung Keng untuk menjualnya.
Mendengar usulan Bupati, Ong Bung Keng akhirnya memproduksi tahu di rumahnya di Jalan 11 April, Tegalkalong, Kecamatan Sumedang Utara.
Tahu buatan Ong Bung Keng ini memiliki cita rasa yang berbeda dengan tahu lainya.
Hal tersebut lantaran proses pembuatannya masih tradisional, menggunakan tenaga manusia hingga saat ini.
Tahu Sumedang atau Bungkeng juga punya kekhasan yang membuatnya berbeda.
Selain ukurannya tak terlalu besar, rasanya yang gurih serta krispi, penyajiannya selalu dalam keadaan panas atau hangat.
Kekhasan lain, kemasannya yang unik, menggunakan keranjang terbuat dari bambu. Cara ini digunakan jika pembelian atau pemesanan dalam jumlah banyak.