Pernyataan Ketum PDIP Soal Orba Tuai Polemik, Begini Kata Hasto
- Istimewa
Siap –PPolemik terkait pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat menyinggung soal Orde Baru di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kian memanas.
Setelah sempat ditanggapi oleh Sekretaris TKN Prabowo-Gibran Nusron Wahid, kini Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto angkat bicara.
Hasto mengatakan bahwa maksud dari pidato Megawati Soekarnoputri yang menyinggung penguasa pakai cara lama seperti Orde Baru (Orba) lantaran merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ya kita lihat sederhana saja bahwa lembaga yudikatif seperti Mahkamah Konstitusi aja bisa diintervensi oleh kekuasaan, sehingga ada proses yang tidak tepat karena melalui rekayasa hukum melalui campur tangan dari Paman Gibran," ungkap Hasto kepada awak media di Jakarta Rabu, 29 November 2023, seperti dikutip VIVA.
Karenanya, kata Hasto, Megawati meminta agar kekuasaan tidak seperti era Orba yang banyak menindas pihak lain dan menginginkan agar Indonesia menciptakan politik damai dan sesuai dengan perundang-undangan.
"Inilah yang kemudian dilakukan koreksi. Jangan lagi kekuasaan yang menindas itu dilakukan hanya karena ambisi kekuasaan,” terang Hasto
“Itu yang dimaksud oleh Bu Mega. Karena berpolitik itu membangun peradaban, berpolitik dimulai dengan proses yang baik. Dan, kemudian semua harus mentaati hukum dan peraturan perundang-undangan," sambungnya.
Selain itu, Hasto juga menyinggung terkait adanya dugaan mobilisasi kepala desa yang mestinya netral.
"Itu beda kalau orang bertemu dengan kepala desa. Ketika kepala desa dimobilisasi oleh campur tangan kekuasaan itu kan suatu bentuk pelanggaran," tuturnya.
Bahkan Hasto juga menyinggung soal Jubir Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yaitu Aiman Witjaksono yang dilaporkan ke polisi karena berbicara sesuai apa yang dialaminya.
Maka dari itu lanjut Hasto, masyarakat yang menentukan pemimpin Indonesia ke depannya, sudah bisa menilai rekam jejak dari tiga pasang capres-cawapres
"Sehingga mari kita berpolitik itu dengan baik, dengan jujur, dengan berkeadaban, biar rakyat yang memilih karena prestasinya, karena rekam jejaknya,” katanya.
“Memilih bukan karena pencitraan berarti karena apa yang ditampilkan oleh pemimpin dan dari survei menunjukkan rakyat menginginkan capres-cawapres menjawab persoalan Polemik terkait pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat menyinggung soal Orde Baru di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kian memanas.
Setelah sempat ditanggapi oleh Sekretaris TKN Prabowo-Gibran Nusron Wahid, kini Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto angkat bicara.
Hasto mengatakan bahwa maksud dari pidato Megawati Soekarnoputri yang menyinggung penguasa pakai cara lama seperti Orde Baru (Orba) lantaran merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ya kita lihat sederhana saja bahwa lembaga yudikatif seperti Mahkamah Konstitusi aja bisa diintervensi oleh kekuasaan, sehingga ada proses yang tidak tepat karena melalui rekayasa hukum melalui campur tangan dari Paman Gibran," ungkap Hasto kepada awak media di Jakarta Rabu, 29 November 2023, seperti dikutip VIVA.
Karenanya, kata Hasto, Megawati meminta agar kekuasaan tidak seperti era Orba yang banyak menindas pihak lain dan menginginkan agar Indonesia menciptakan politik damai dan sesuai dengan perundang-undangan.
"Inilah yang kemudian dilakukan koreksi. Jangan lagi kekuasaan yang menindas itu dilakukan hanya karena ambisi kekuasaan,” terang Hasto
“Itu yang dimaksud oleh Bu Mega. Karena berpolitik itu membangun peradaban, berpolitik dimulai dengan proses yang baik. Dan, kemudian semua harus mentaati hukum dan peraturan perundang-undangan," sambungnya.
Selain itu, Hasto juga menyinggung terkait adanya dugaan mobilisasi kepala desa yang mestinya netral.
"Itu beda kalau orang bertemu dengan kepala desa. Ketika kepala desa dimobilisasi oleh campur tangan kekuasaan itu kan suatu bentuk pelanggaran," tuturnya.
Bahkan Hasto juga menyinggung soal Jubir Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yaitu Aiman Witjaksono yang dilaporkan ke polisi karena berbicara sesuai apa yang dialaminya.
Maka dari itu lanjut Hasto, masyarakat yang menentukan pemimpin Indonesia ke depannya, sudah bisa menilai rekam jejak dari tiga pasang capres-cawapres
"Sehingga mari kita berpolitik itu dengan baik, dengan jujur, dengan berkeadaban, biar rakyat yang memilih karena prestasinya, karena rekam jejaknya,” katanya.
“Memilih bukan karena pencitraan berarti karena apa yang ditampilkan oleh pemimpin dan dari survei menunjukkan rakyat menginginkan capres-cawapres menjawab persoalan Polemik terkait pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat menyinggung soal Orde Baru di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kian memanas.
Setelah sempat ditanggapi oleh Sekretaris TKN Prabowo-Gibran Nusron Wahid, kini Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto angkat bicara.
Hasto mengatakan bahwa maksud dari pidato Megawati Soekarnoputri yang menyinggung penguasa pakai cara lama seperti Orde Baru (Orba) lantaran merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ya kita lihat sederhana saja bahwa lembaga yudikatif seperti Mahkamah Konstitusi aja bisa diintervensi oleh kekuasaan, sehingga ada proses yang tidak tepat karena melalui rekayasa hukum melalui campur tangan dari Paman Gibran," ungkap Hasto kepada awak media di Jakarta Rabu, 29 November 2023, seperti dikutip VIVA.
Karenanya, kata Hasto, Megawati meminta agar kekuasaan tidak seperti era Orba yang banyak menindas pihak lain dan menginginkan agar Indonesia menciptakan politik damai dan sesuai dengan perundang-undangan.
"Inilah yang kemudian dilakukan koreksi. Jangan lagi kekuasaan yang menindas itu dilakukan hanya karena ambisi kekuasaan,” terang Hasto
“Itu yang dimaksud oleh Bu Mega. Karena berpolitik itu membangun peradaban, berpolitik dimulai dengan proses yang baik. Dan, kemudian semua harus mentaati hukum dan peraturan perundang-undangan," sambungnya.
Selain itu, Hasto juga menyinggung terkait adanya dugaan mobilisasi kepala desa yang mestinya netral.
"Itu beda kalau orang bertemu dengan kepala desa. Ketika kepala desa dimobilisasi oleh campur tangan kekuasaan itu kan suatu bentuk pelanggaran," tuturnya.