Polemik Water Tank PDAM Tirta Asasta Depok, Proyek Basah Bikin Resah
- siap.viva.co.id
Siap – Mega proyek water tank milik PDAM Tirta Asasta Depok menuai polemik. Sejumlah warga yang protes dengan keberadaan bak penampungan air raksasa itu menggugat ke pengadilan.
Lantas seperti duduk persoalan mega proyek water tank milik PDAM Tirta Asasta Depok ini? Berikut ulasannya.
Adapun water tank dengan kapasitas lebih dari 10 juta liter air itu berdiri megah di sebuah lahan yang berada di kawasan Legong, Sumajaya Depok.
Lokasinya berada tepat di tengah-tengah pemukiman padat penduduk dan tak jauh dari kantor PDAM Tirta Asasta Depok.
Sejumlah warga terpaksa melayangkan protes hingga ke pengadilan karena mereka merasa terancam dengan keberadaan bak penampungan air raksasa itu.
Terlebih, pihak PDAM Tirta Asasta Depok terkesan cuek dengan keluhan mereka.
Yuli Ratnani, salah satu warga Pesona Depok mengatakan, water tank dengan kapasitas 10 juta liter air itu berada di atas tanah urukan yang kondisinya labil sehingga rentan terjadi bencana.
Hal ini dianggap dapat membahayakan keselamatan warga.
“PDAM ngaku akan melakukan mitigasi bencana, padahal belum ada itu. Mereka bilang baru dibuat selokan, nah tapi kemarin ketika terjadi banjir lumpur itu kemana-mana, pada waktu itu Covid, jadi kita ngga karu-karuan tuh,” katanya dikutip pada Rabu, 6 September 2023.
“Maka rumah kami terancam. Ingat Situ Gintung yang terjadi, satu nyawa itu luar biasa ancaman,” sambung dia.
Kegelisahan Yuli bukan tanpa alasan, sebab rumahnya dan beberapa warga lain berbatasan dengan water tank tersebut.
Bahkan menurut dia, ada banyak warga yang sampai tidak bisa tidur karena khawatir dengan keberadaan water tank tersebut.
Kondisi ini semakin memberatkan, karena banyak rumah warga yang sudah tidak laku sebagai jaminan ke bank. Padahal, jauh sebelum ada proyek itu, harga rumah di sana bisa mencapai miliaran rupiah.
“Jadi ada beberapa warga yang sudah mau menjual rumahnya, itu bank menolak. Nah, segi ekonomi, segi kekhawatiran fisik kami kalau malam itu rasanya kalau bangun terkejut-kejut,” katanya.
Yuli juga mengatakan, kekhawatiran warga makin menjadi-jadi. Terlebih ketika terjadi gempa. Rumah warga bergerak, lumpur masuk.
“Jadi kalau kita kerja kita meninggalkan keluarga itu wah was-was,” keluhnya.
Menurut dia, jika bencana terjadi maka akan banyak jatuh korban jiwa.
“Satu RW itu ada enam RT. Nah satu RT diisi sekitar 60-80 KK. Jadi 80 KK dikalikan enam, itu yang dipastikan tenggelam. Jadi luar biasa sebenarnya," kata dia.
Yuli dan sejumlah warga lainnya mengaku heran, sebab sepengetahuan dia proyek ini tidak ada izin dari lingkungan.
“Kan lucu tidak ada kajian lingkungannya langsung bangun dan akan sosialisasi, aneh banget,” tuturnya.
Atas dasar itulah, warga pun mendesak agar water tank ini segera dipindahkan.
Sementara itu, kuasa hukum sejumlah warga, M Kahfi Nasyahputra juga mengatakan, ada beberapa pemicu terkait penolakan water tank PDAM Tirta Asasta Depok ini.
Adapun yang menjadi dasar keberatan, karena warga sama sekali tidak mengetahui akan dibangunnya water tank sebesar itu. Menurut dia, warga di sini hanya melihat adanya izin alat berat dan sebagainya.
"Ternyata dari warga juga pernah terdampak banjir lumpur ketika pembangunan ini di tahun 2020," tuturnya.
Selain itu, lanjut Khafi, proyek raksasa ini tidak mengantongi dokumen lingkungan.
"Tidak ada sama sekali sosialisasi kepada warga. Warga tidak dilibatkan sama sekali. Bangunnya juga di bidang miring, berbatasan langsung dan letaknya itu tinggi dari rumah warga," kata dia.
Berbagai upaya pun telah dilakukan warga. Salah satunya dengan menggugat PDAM Tirta Asasta Depok ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN.
Terpisah, Direktur Operasional PDAM PT Tirta Asasta, Sudirman mengklaim, bahwa proyek ini telah melalui mekanisme dan prosedur yang berlaku.
“Yang saat ini dipermasalahkan warga adalah proses perizinan. Untuk perizinan prosedurnya sudah kita lakukan, baik izin tetangga, sosialisasi itu sudah kita lakukan. Kebetulan ini memang ada warga yang dari awal ingin (tahu) detil,” tuturnya.
Sudirman bahkan mengklaim, pihaknya telah mengantongi sejumlah bukti terkait itu semua.
“Intinya proses yang sedang kita hadapi dijalankan. Kemudian prosedur sudah kita lakukan termasuk perizinan, sosialisasi. Kita ada bukti semua itu,” ujarnya.
Sedangkan terkait dengan tidak adanya buffer zone di sekitar lokasi water tank, menurut dia, hal itu tidak ada ketentuannya.
“Untuk buffer zone yang selama ini digaungkan warga sebenarnya tidak ada ketentuanya. Kami juga membangun itu kan di lahan kita Tirta Asasta,” jelasnya.
Soal keamanan, Sudirman menjamin, bahwa pihaknya akan melakukan pembangunan lanjutan seperti pagar.
“Itu eksisting lahan yang kami punya dan rencananya akan dilakukan pemagaran. Memang ada warga yang meminta dibuat banned wall yang kapasitasnya 110 persen dari water tank itu sendiri," katanya.
"Nah, kalau kita mengakomomir itu kita harus membangun keliling dan itu dengan luas lahan 5.400 kalau kita pagar setinggi 3 meter, kalau ada ait itu kapasitasnya berapa, itu sebenarnya sudah cukup juga,” sambung dia.
Lantas berapa nilai proyek pembangunan water tank ini? Sayangnya Sudirman belum bersedia memberi keterangan. "Itu nanti saja," tutupnya.