Kisah Theresia Ngutra, Mahasiswi UP Pejuang Pendidikan di Tanah Papua

Theresia Ngutra (pojok kanan) lulusan UP pejuang pendidikan di Papua
Sumber :
  • siap.viva.co.id

Siap – Rendahnya tingkat pendidikan di Papua masih menjadi PR berat pemerintah. Banyak faktor yang mempengaruhi hal itu. Utamanya adalah masalah ekonomi. 

Semisal, untuk sekedar mengenyam pendidikan di taman kanak-kanak (TK) saja, nilainya bisa mencapai Rp8 juta per anak. 

Belum lagi minimnya fasilitas pendidikan, dan akses yang tak mudah bagi mereka. 

Setidaknya hal itulah yang diungkapkan Theresia Ngutra, salah satu lulusan Universitas Pancasila (UP) yang mengaku cukup lama berada di sana. Kondisi tersebut membuatnya prihatin. 

Tak ingin larut dalam kesedihan dan hanya berpangku tangan, wanita kelahiran Maluku 28 Desember 1984 ini kemudian secara mandiri mendirikan sekolah terbuka. 

Aksi sosialnya itu dilakukan sejak Theresia masih mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Pancasila secara daring atau online. 

"Jujur saya sangat bangga. Universitas Pancasila adalah universitas yang jiwa nasionalismenya nomor satu," katanya dikutip pada Kamis, 23 Mei 2024. 

Theresia mengaku, ada banyak hal yang menginspirasi kegiatan sosialnya di Papua. Dirinya sudah cukup lama berada di sana. 

Ia bahkan mencari nafkah pun di bumi Papua dengan latar belakang tenaga pendidik. 

Hal itu pulalah yang membuat hati Theresia tergerak untuk membantu dunia pendidikan di Papua. 

"Saya lihat walau kita sama-sama orang timur tapi di Papua itu beda dengan Maluku soal pendidikan. Ini fakta yang membuat saya terpanggil untuk membuat sekolah," ujarnya.

Theresia mengatakan, rumahnya di belakang kantor Bupati Manokwari.  

"Jadi kalau saya pergi ke kantor saya lihat anak-anak itu tidak sekolah. Sekolah jauh tidak ada biaya. Dalam hati saya berkata, kalau mereka tidak sekolah gimana masa depanya."

Kebanyakan dari mereka, kata Theresia, memilih untuk membantu orangtua di kebun ketimbang harus sekolah. Sebab selain jauh, harganya pun tak terjangkau. 

"Katanya kalau daftar sekolah mahal. TK saja bayarnya Rp8 juta. Ya sayang sekali anak-anak ini usia pendidikan. Saya tanya adik mau sekolah nggak? Mau. Akhirnya saya kumpulkan mereka," ujarnya saat ditemui usai menjalani proses pelantikan wisudawan di JCC Jakarta beberapa hari lalu. 

Berbekal modal seadanya, Theresia kemudian mendirikan ruang kelas beratapkan terpal dan kayu. Bagi dia, yang terpenting anak-anak ini bisa mendapatkan ilmu pendidikan. 

"Saya kumpulkan anak-anak ini hampir seratus anak. Saya belikan terpal, tiangnya dari kayu. Saya kalau bicara ini saya nggak kuat," tuturnya sambil menyeka air mata. 

"Mereka punya keinginan, mereka harus punya cita-cita. Jadi saya kasih gratis. Saya bilang, sekolah aja pakai pakaian apa saja, pakai baju bola boleh, pakai kaos boleh, yang penting sekolah."

Gaji Pas-pasan

Seiring berjalannya waktu, Theresia nekat memboyong beberapa tenaga pengajar untuk membantu mendidik anak-anak itu. 

Mereka dibayar dari uang pribadi Theresia. Hebatnya lagi, para guru yang mengajar itu rata-rata sarjana.

"Gaji, operasional sekolah itu semua dari gaji saya. Jadi gaji guru itu dari saya."

Ia mengatakan, awal-awal berdiri, para guru itu hanya mendapat honor sekira Rp 350 ribu. Namun sekarang sudah dibayar sekira Rp1,5 juta per orang. 

"Itu (yang ngajar) ada enam orang. Kalau gaji saya tidak cukup, tapi saya ada usaha juga untuk tambahan. Ya kalau kurang kadang saya ajukan proposal," katanya.

Ironisnya, ikhtiar Theresia untuk memperjuangkan dunia pendidikan di Papua belum mendapat perhatian dari pemerintah daerah (Pemda).  

"Saya minta bantu ke pemda blm ada jawaban. Bahkan saya berangkat kesini gaji gurunya belum dibayar," tuturnya berlinang air mata.

Namun itu semua tak membuatnya gentar. Theresia yakin, hanya lewat pendidikanlah nasib orang akan berubah dan Tuhan punya jalan untuk mengatasi masalah ini.

"Saya yakin cuma pendidikan yang bisa merubah dan hanya lewat pndidikan itu orang bisa sejahtera," ucap dia sambil tersenyum.

Perjuangan Theresia untuk membantu anak-anak Papua langsung direspon oleh Ketua Pembina Yayasan Universitas Pancasila, Dr Siswono Yudo Husodo yang kebetulan duduk di sampingnya. 

Tanpa banyak basa basi, mantan Menteri PUPR era Soeharto itu berjanji akan membantu Theresia. 

"Theresia, itu yasayan kan? Saya bantu. Nanti hubungi saya," kata Siswono membuat tangis haru Theresia pecah seketika.

Sebagai informasi, Theresia merupakan dosen di Universitas Caritas Papua, dan Universitas Papua Manokwari. Ia adalah pendiri dan pembina Yayasan Cahaya Papua Barat.

Selain itu, ia juga pendiri Sekolah Dasar Sowi Indah Manokwari, dan taman Kanak-kanak Sowi Indah Manokwari.