Dalih Demokrat-PPP Tinggalkan PKS di Pilkada Depok 2024, Edi Sitorus: Catat Itu!
- siap.viva.co.id
Siap – Enam partai besar, yakni Gerindra, PDIP, Demokrat, PKB, PPP dan PAN telah sepakat untuk membangun koalisi untuk menghadapi PKS di ajang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Depok pada 2024, nanti.
Menariknya, dari enam partai tersebut, beberapa di antaranya sempat satu koalisi dengan PKS dalam Pilkada 2019, lalu.
Mereka yakni, Demokrat dan Partai Persatuan Pembangunan atau PPP.
Kala itu, mereka mengusung Mohammad Idris bersama Imam Budi Hartono, sebagai wali kota dan wakil wali kota.
Dalam perjalanannya, gerbong yang disebut Koalisi Tertata Adil Sejahtera itu kemudian berhasil mengalahkan Pradi-Afifah, kandidat yang digawangi PDIP, Gerindra, PKB, Golkar, PAN dan PSI.
Namun dalam Pilkada 2024 ini, Demokrat dan PPP akhirnya memilih untuk berpisah dari PKS.
Dua partai besar itu memilih untuk berlabuh dengan sejumlah partai yang disebut Koalisi Sama Sama.
Berbekal jargon perubahan, mereka sepakat bakal mengusung Sekda Depok, Supian Suri sebagai bakal calon walikota.
Lantas apa yang membuat para petinggi partai tersebut mengakhiri perjalanan politiknya dengan PKS di tahun ini?
Ketua DPC PPP Depok, Mazhab mengatakan, ada banyak hal yang mempengaruhi itu. Namun menurut dia, yang terpenting adalah soal kemaslahatan.
"Yah, itu enggak perlu dijawab kali ya, yang namanya proses, yang namanya sifat, itu memang berubah, bisa berubah, tentu dengan mempertimbangkan maslahatnya," kata dia dikutip pada Kamis, 9 Mei 2024.
Mazhab menganggap, ketika PPP dan Demokrat tidak ada lagi disebelah sana maka barang kali kurang membawa maslahat.
"Jadi pada koalisi inilah (Koalisi Sama Sama) karena memang dilakukan dengan sama-sama, nanti juga membangunnya sama-sama. Tentu ini akan membawa jauh lebih maslahat dari seblumnya, itu sikap PPP," tegasnya.
Kena Prank Walikota
Sementara itu menurut Ketua DPC Demokrat Depok, Edi Sitorus juga mengakui ada beberapa hal yang membuat pihaknya tak bisa lagi bersama PKS di tahun ini.
Edi mengatakan, politik itu dinamis, namun ada salah satu yang membuatnya cukup kecewa. Yakni soal komitmen Mohammad Idris.
"Saya ada di dalamnya kemarin, pertama yang saya lihat siapa? Pak Idris itu ngakunya sama saya bukan PKS, catat itu. Dia ngaku bukan PKS. Nah hari ini dia ngaku PKS saya kaget," jelasnya.
Bahkan, kata Edi, Idris juga mengungkapkan hal yang sama ketika dibawa ke DPP Demokrat.
"Ketemu dengan orang DPP Andi Arief, dia juga mengatakan saya bukan PKS. Sama kita ngomong bukan PKS, tapi bukan berarti dia PKS kita nyesel, bukan," ujarnya.
Lebih lanjut Edi menegaskan, adapun hal yang membuat pihaknya berat untuk dalam satu gerbong lagi dengan PKS adalah tentang konsep pembangunan untuk Kota Depok.
"Tapi ternyata prosesnya pun lambat juga pembangunan, kurang mengena, kurang ada dampak," katanya.
Selain itu, Edi juga menyampaikan kekecewannya yang merasa tak dianggap ketika berada dalam barisan PKS.
"Kalau kemarin saya cuma sama Pak Idris dengan PPP doang, jujur aja, kita nggak pernah diajak diskusi sama Idris."
"Maka hari ini kita semua ketua partai bicara, makanya dengan satu kesepakatan siapa yang kita usung yang punya kemampuan ke depan," sambungnya.
Edi lantas membandingkan soal pembangunan Depok dengan daerah lain.
"Masa iya kita kunjungan kerja ke semua wilayah jalan satu arah banyak bener, nah Depok mana ada. Kenyaman sudah tidak ada dalam bertransportasi ini," tuturnya.
Menurutnya, jika dibiarkan maka akan jadi persoalan serius. Atas dasar itulah, pihaknya bersama Koalisi Sama Sama sepakat untuk melakukan perubahan di Kota Depok.
"Loh iya, belum lagi sampah, 1.200 ton per hari kapasitas produksi sampah. Ini kalau nggak cepat-cepat ditangani dengan maksimal ini persoalan," tutur dia.
"Maka artinya, bukan kita benci, bukan. Tapi hari ini kita ingin ada perubahan yang lebih baik lagi," timpalnya.
Edi menampik jika dirinya merasa telah dibohongi.
"Saya tidak merasa dibohongi, artinya dia (Idris) mengaku PKS ya enggak apa-apa juga, itu hak dia, kita hargai," katanya.
Hanya saja, Edi mengaku kaget, sebab sebagai salah satu partai yang mengusungnya di tahun 2019, Idris seharusnya paham akan etika berpolitik, paling tidak sampai jabatannya sebagai walikota habis di tahun 2025.
"Makanya saya berharap juga dia enggak boleh cawe-cawe dalam Pilkada ini. Pak Jokowi aja dimarahin kemarin," tuturnya.
Anggota DPRD Depok itu juga mengingatkan, agar sebaiknya Idris yang masih berstatus sebagai wali kota dapat bersikap netral.
"Karena jabatan dia sebagai walikota bukan satu partai yang mendukung, tapi ada kami juga, PPP dan Demokrat. Selesaikan dulu sampai 2025 masa dukungan kita. Setelah itu baru boleh dia gimana," ujarnya.