Pekikan Terakhir Pratu Suparlan Ketika Sendirian Menghadapi Kepungan Musuh

Anggota Kopassus TNI, Pratu Suparlan
Sumber :
  • Tangkapan layar YouTube Blue Spot Histori

Siap – Tepat pada hari ini, 5 Oktober 2023, Tentara Nasional Indonesia (TNI) genap berusia 78 tahun. Di balik perjalanan panjangnya itu, banyak kisah heroik yang telah dilakukan para patriot bangsa tersebut. Salah satunya adalah aksi Pratu Suparlan.

Ia adalah prajurit Kopassus yang berjuang demi nama negara, dan demi melindungi rekan-rekannya untuk lolos dari kepungan musuh.

Lantas bagaimana kisahnya saat menahan banyak tentara musuh? Oke langsung aja, inilah dia kisah heroik Pratu Suparlan.

Disitat dari channel YouTube Blue Spot Histori, kisah ini dimulai pada 9 Januari tahun 1983.

Saat itu Suparlan yang masih berpangkat prajurit satu (Pratu), menjadi bagian dalam unit gabungan TNI Nanggala L2 yang beranggotakan sembilan orang.

Empat di antaranya adalah anggota Kopassanda (sebutan untuk Kopassus kala itu), dan lima lainnya adalah anggota Kostrad.

Pasukan ini bergerak di bawah pimpinan Letnan Satu Polimandasuki. Mereka dikirim menuju ke Timor Timur untuk melakukan tugas patroli di wilayah Timor Pedalaman Kafe 34, komplek lokasi yang mereka namai sebagai Zona Z.

Wilayah itu dikenal sangat rawan akan bahaya. Zona yang diyakini di mana para tokoh-tokoh penting Fretilin berada di sana, lengkap dengan para pasukannya.

Semula, tim gabungan ini berencana untuk melakukan penyergapan ke salah satu pos pengamatan Fretilin.

Mereka berharap dapat menemukan informasi-informasi penting agar lebih memudahkan operasi dijalani.

Namun, di balik dari kesunyian hutan, rupanya pasukan Fretilin sudah mengintai pergerakan mereka.

Semua senjata musuh itu sudah siap untuk membidik, sudah siap untuk menyergap, sudah siap untuk menghabisi tim gabungan TNI tersebut.

Serangannya begitu cepat, begitu mendadak. Dalam hitungan detik sebanyak empat anggota TNI langsung tumbang dalam serangan itu.

Jumlah musuh sangat banyak, bahkan terlalu banyak. Mereka muncul dari berbagai arah, situasinya sangat buruk, benar-benar buruk.

Posisi musuh lebih menguntungkan, karena berada di dataran yang lebih tinggi. Alhasil, pasukan Fretilin ini pun lebih mudah untuk melihat keberadaan tim gabungan TNI dari atas.

Lima anggota TNI yang tersisa, termasuk Pratu Suparlan berusaha mati-matian berlindung melawan dan saling berkoordinasi dengan anggota lain.

Mereka mencari cara agar lolos dari pertempuran yang tidak seimbang ini.

Kemudian sang komandan melihat, bahwa satu-satunya cara agar bisa selamat yaitu dengan cara mundur ke celah bukit.

Tapi, bergerak menuju ke celah bukit itu bukanlah hal yang mudah, karena mereka terus dihujani peluru pasukan Fretilin.

Dari situasi genting inilah, Pratu Suparlan mengatakan pada sang komandan bahwa dirinya akan tetap bertahan, mengalihkan perhatian musuh agar anggota-anggota lain dapat meloloskan diri.

Meskipun pada awalnya sang komandan tidak menyetujui keputusan Pratu Suparlan, namun dia tidak punya pilihan lain.

Sang komandan bersama dengan tiga anggota lainnya berhasil menyelamatkan diri. Namun mereka tidak ingin begitu saja meninggalkan Pratu Suparlan.

Maka sang komandan memberi perintah pada anak buahnya untuk segera naik ke dataran yang lebih tinggi, mencari posisi yang tepat dan berharap mereka dapat menyelamatkan Pratu Suparlan dari kepungan lawan.

Sementara itu, Pratu Suparlan terus bertahan, terus berjuang, terus menembak menumbangkan beberapa prajurit musuh hingga senapan serbunya kehabisan peluru.

Masih belum selesai sampai di situ. Dia kemudian mengambil senapan mesin milik rekannya yang telah gugur untuk terus menghentikan laju pasukan Fretilin yang semakin mendekat.

Peluru demi peluru mengenai tubuhnya, tapi dia terus berdiri melawan sekuat tenaga, menembak sampai tidak ada lagi peluru yang tersisa.

Bahkan, meski kehabisan peluru, dia masih nekat menghunus pisau belati untuk menyerang musuh, menebas prajurit-prajurit Fretilin yang berada di dekatnya tanpa peduli berapa banyak peluru yang mengenai tubuhnya.

Dia terus ditembak hingga akhirnya sudah tidak lagi berdaya, jatuh dan tidak punya lagi kekuatan untuk berdiri.

Pratu Suparlan dikepung oleh musuh yang melihatnya sudah seakan tidak bisa lagi untuk melawan.

Tapi tidak disangka, ternyata Pratu Suparlan sudah menyiapkan serangan terakhirnya. Di balik seragam yang berlumuran darah, ternyata dia menyimpan sebuah granat.

Dengan cepat Pratu Suparlan menarik pin-nya, dengan tenaga yang tersisa di tubuhnya dia melompat ke arah kerumunan musuh sambil berteriak "Allah Hu Akbar."

Dentuman keras terdengar oleh rekan-rekannya yang baru saja berada diposisi tinggi.

Mereka menyadari Pratu Suparlan sudah gugur, dia rela menahan serangan musuh, rela kehilangan nyawanya demi melindungi rekan-rekannya untuk menyelamatkan diri.

Melihat peristiwa itu, justru semakin membakar amarah anggota tim gabungan tersebut untuk segera membalas dendam.

Dengan amunisi yang tersisa, mereka membabi buta menembaki pasukan Fretilin yang tidak menduga akan diserang balik.

Kali ini, tim gabungan TNI lebih diuntungkan oleh posisi yang lebih tinggi.

Mereka bertempur, terus bertempur hingga pasukan bantuan tiba untuk membantu memukul mundur pasukan Fretilin.

Setelah pertempuran usai hingga malam hari, mereka mendapati sebanyak tujuh anggota TNI gugur. Sedangkan dari pihak Fretilen sebanyak 83 orang tewas.

Sisanya yang terluka kemudian ditahan untuk diinterogasi.

Di lokasi pertempuran tersebut mereka menemukan jenazah Pratu Suparlan sudah tidak lagi dalam kondisi yang utuh akibat ledakan granat.

Setelah pertempuran, sepucuk surat dikirimkan kepada prajurit Kompasanda.

Surat itu ternyata berasal dari salah satu komandan Fretilin yang salut akan keberanian seorang prajurit TNI yang tangguh, yang melakukan perlawanan dengan berani walaupun seorang diri.

Prajurit yang tidak takut mati menghadapi pasukannya. Prajurit yang dimaksud sudah pasti adalah Pratu Suparlan.

Karena keberanian, pengabdian, serta semangatnya demi membela nama negara, maka pada tanggal 13 April 1987, TNI Angkatan Darat kemudian memberikan penghargaan berupa kenaikan pangkat luar biasa menjadi Kopda anumerta.

Tak hanya itu, Suparlan juga mendapat tanda jasa Bintang Sakti dan namanya juga terukir di atas batu granit hitam monumen Seroja yang berada di kompleks Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur.

Selain penghargaan, namanya juga diabadikan menjadi lapangan udara perintis di Pusdikpasus yang berada di Kecamatan Batujajar, Bandung, Jawa Barat.

Meskipun kisah ini lebih kepada Pratu Suparlan, tapi kita juga tidak boleh melupakan prajurit lain yang turut berjuang, yang turut gugur dalam pertempuran tersebut.

Mereka pun para pahlawan yang melakukan segalanya demi bangsa dan negara.

Yup, begitulah kisah seorang prajurit Kopassus yang bernama Suparlan. Seorang diri rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan rekan-rekannya dari kepungan musuh.

Melaksanakan tugas demi nama bangsa dan negara. Sebuah aksi yang membuat namanya terukir abadi untuk menyemangati generasi prajurit Kopassus di masa yang akan datang.