Begini Kronologi Polemik Kapel di Cinere Versi Wali Kota Depok: Ini Jadi Pelajaran Buat Kita

Wali Kota Depok, Mohammad Idris soal kapel
Sumber :
  • siap.viva.co.id

Siap – Polemik terkait dugaan pelarangan rumah doa atau kapel, oleh sekelompok orang di kawasan Cinere, Kota Depok, Jawa Barat terus berbuntut panjang.

Menanggapi hal itu, Wali Kota Depok, Mohammad Idris akhirnya angkat bicara. Menurut dia, insiden tersebut terjadi karena adanya kesalahpahaman.

"Ya, ini ceritanya awal munculnya miss persepsi, awalnya dari sosialisasi adanya program sosialisasi FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama). Setelah selesai sosialisasi di kantor kecamatan, setelah proses itu tidak ada apa-apa," kata Idris dikutip pada Rabu, 20 September 2023.

Namun, tiba-tiba, ujar Idris, setelah acara tersebut, muncul ada berita kapel begini begitu. Kemudian mengarah pada pertanyaan izin. Hingga akhirnya muncullah permasalahan tersebut.

"Kesalahan persepsinya memang ini menjadi pelajaran buat kita, bahwa ini tidak langsung ditindaklanjuti," tutur dia.

Lebih lanjut Idris juga mengatakan, bahwa saat itu LPM berinisiatif mencari tahu tentang apa yang menjadi pertanyaan warga soal rumah doa atau kapel tersebut.

"Makanya warga menyampaikan kepada LPM bahwa warga tidak menerima keberadaan kapel karena semacam rumah ibadah, jadi bukan warga saja tapi sudah umum," jelasnya.

Ia lantas membuat perbadingan dengan mushola.

"Beda dianalogikan dengan musola-nya orang Islam, tempat publik ya. Kalau musalanya di kantor, rumah, pesantren, itu memang private. Tapi kalau tempat publik memang harus ada izin, kalau orang Katolik kapel itu rumah doa," terangnya.

"Jadi ada istilah tempat ibadah yang digunakan tadi namanya rumah ibadah sementara (kapel). Kalau rumah ibadah permanen, kaya itu tadi dalam bentuk banyak, harus memiliki persyaratan SLF (sertifikasi laik fungsi), termasuk pesertanya," sambung dia.

Idris menambahkan, bahwa tugas pemerintah bukan hanya melayani, tapi juga fungsi pengaturan, menjaga peraturan, dan ketertiban di tengah masyarakat.

"Nah kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka melaksanakan kewenangannya memiliki kewajiban memelihara ketentraman, dan ketertiban masyarakat," katanya.

"Sehingga dia punya tugas penimbangan kerukunan suku dan infrasuku beragama, intra umat beragama, ras, dan golongan lainnya dengan mewujudkan stabilitas keamanan sosial regional dan nasional," timpal dia lagi.

Lebih lanjut Wali Kota Depok dua periode itu menegaskan, bahwa kerukunan umat beragama adalah berlandaskan saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agama, serta kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.

Kemudian, berbangsa dan bernegara yang memang dilindungi oleh Undang Undang 1945 berdasarkan Pancasila.

Salah satu pedoman kerukunan beragama mengacu pada peraturan menteri agama dan Menteri dalam Negeri PBM Nomor 9 Tahun 2006 dan 8 Tahun 2006.

"Pemerintah Kota Depok tidak membuat kebijakan baru tentang peraturan pembangunan rumah ibadah, akan tetapi menjalankan ketentuan yang sudah ditetapkan pemerintah, dalam hal ini pemerintah pusat," tuturnya.

Karena, kata Idris, ranah keagamaan menjadi urusan absolut yang dikendalikan oleh Kementerian Agama.