Kisah Inspiratif Arky, Alumni ITB yang Sukses Wujudkan Banyumas Bebas Sampah Lewat Maggot

Arky pengusaha yang sukses lewat budidaya maggot untuk sampah
Sumber :
  • Istimewa

Siap – Budidaya maggot (belatung), sejenis larva dari lalat kian populer lantaran dinilai efektif untuk mendaur ulang sampah organik. 

Yup, selain menjadi solusi untuk mengurangi sampah, budidaya maggot ternyata juga menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi.

Alhasil, kini budidaya maggot pun mulai menjamur di sejumlah daerah, termasuk di Kota Depok. 

Arky Gilang Wahab (36 tahun) adalah salah seorang yang pertama mempopulerkan budidaya maggot melalui perusahaan limbah dan bioteknologi bentukannya, yakni PT Greenprosa Adikara Nusa (Greenprosa).

"Sekarang fasilitas budi daya maggot sedang kami bangun di Taman Safari. Diperkirakan bisa dimulai pada Maret 2023," katanya dikutip siap.viva.co.id dari Republika pada Selasa, 22 Oktober 2024.

Kisah sukses Arky yang menyulap sampah menjadi berkah lewat budidaya maggot bermula dari keprihatinan akan kampung halamannya, Banyumas, yang mengalami darurat sampah pada 2018 silam. 

Kala itu, Arky pun mulai mencari cara untuk mengurangi sampah. Sampai pada akhirnya, ia memilih budidaya maggot karena dinilai dapat menjadi kunci utama untuk mengurangi sampah organik. 

Sebab, metode mengurai sampah dengan maggot ini dapat dilakukan dengan cepat, ketimbang metode komposting untuk membuat pupuk kompos. 

Jika dengan metode komposting, diperlukan waktu sekitar 24-45 hari hingga sampah organik terurai menjadi kompos. 

Sedangkan dengan maggot, prosesnya jauh lebih cepat, yakni hanya perlu satu hari.

Tidak hanya digunakan untuk membuat kompos, maggot yang sudah selesai mengurai sampah di usia 14 hari akan dikeringkan dan dipanen sebagai sumber protein atau untuk bahan baku pakan ternak. 

Inilah yang menjadi sumber ekonomi bernilai tinggi.

Kini, Arky dan tim telah mengurai hampir 40 ton sampah organik per hari di Banyumas. Tentunya hal ini sangat membantu permasalahan sampah di kabupaten tersebut.

"Untuk sekarang sampahnya hampir 40 ton per hari dan maggot-nya sampai 5 ton per hari dan ditambah banyak dari mitra rekanan," kata lulusan Teknik Geodesi ITB itu.

Produk akhir dari pengolahan sampah organik dengan budi daya maggot antara lain maggot kering dan pupuk organik yang biasa disebut kasgot (bekas maggot). Maggot kering berasal dari maggot basah (hidup) yang sudah melewati fase mengurai sampah hingga 14 hari.

Menurutnya, pupuk kasgot ini memiliki kualitas lebih bagus dibandingkan dengan pupuk organik yang dijual di pasaran, sehingga permintaan akan pupuk organik hasil maggot ini terus meningkat. 

Apalagi pasar hanya sanggup memenuhi 20 persen pupuk organik dari kebutuhan nasional.

Permintaan maggot kering juga semakin meningkat seiring dengan semakin populernya manfaat larva ini sebagai sumber protein untuk pakan ternak. 

Saat ini permintaan maggot telah mencapai 1000 ton per bulan, sedangkan yang dapat dipenuhi oleh Greenprosa dengan para mitra baru mencapai 4 ton per hari atau 120 ton per bulan.

Menurut Arky, permintaan yang baru dapat dipenuhi bahkan baru untuk dua perusahaan pakan. Padahal banyak juga permintaan ekspor yang belum dapat disanggupi. 

"Dari Jepang mereka minta 10 kontainer per bulan atau sekitar 400 ton. Itu pun belum bisa kami sanggupi," katanya.

Kerja keras Arky dinilai cukup efektif mengurangi sampah. Bahkan inovasinya itu bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. 

Kontribusi Arky dalam bidang lingkungan ini membuatnya meraih apresiasi SATU Indonesia Awards 2021 Bidang Lingkungan dari PT Astra International Tbk.

Semangat SATU Indonesia dalam berbagi, dikerahkan Arky dengan terus memperluas mitra budidaya maggot di berbagai daerah. 

Nah kini, Greenprosa telah berhasil menggandeng lebih dari 100 mitra untuk menjadi pemasok pupuk organik dan maggot kering atau sumber protein dan pakan ternak.